Senin 08 Mar 2021 21:17 WIB

Pakar: Nyaris Semua Ulama Pernah Belajar ke Ulama Perempuan 

Ulama perempuan juga berperan membangun peradaban Islam

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Nashih Nashrullah
KH Husein Muhammad, mengungkapkan ulama perempuan juga berperan membangun peradaban Islam
Foto:

Selain Sayyidah Nafisah, ada pula Zubaidah binti Abu Ja’far al-Manshur. Dia adalah seorang putri Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, khalifah kedua Dinasti Abbasiyah. Zubaidah adalah tokoh di balik pusat peradaban Islam saat itu. Selain menghafal Alquran, dia juga menyukai seni dan sastra.

“Ulama atau cendekiawan perempuan dalam berbagai macam perkembangan pengetahuan hanya ada dalam tiga abad. Memang kejayaan Islam ada pada tiga abad pertama karena intelektualisme saat itu berkembang. Setelah itu terjadi ruang perdebatan di banyak tempat antara laki-laki dan perempuan,” ucap dia.

Di sisi lain, keruntuhan satu per satu kerajaan Islam dari dua sisi, yakni perang salib dan serangan Mongol yang akhirnya menghancurkan seluruh peradaban Islam. 

Menurut dia, kemungkinan dari faktor tersebut membuat perempuan kembali dirumahkan. Sarjana Suriah, Dr Muhammad al-Habasy dalam bukunya berjudul al-Mar’ah baina asy-Syari’ah wa al-Hayah menjelaskan peminggiran kaum perempuan didasarkan pada argumen “sadd adz-dzari’ah” atau menutup pintu kerusakan.

Keterlibatan perempuan dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan dan aktivitas mereka di ruang publik dipandang bisa atau berpotensi menimbulkan “fitnah” dan “inhiraf” atau penyimpangan moral.

“Pandangan ini muncul menyusul kehancuran islam akibat serbuan tentara mongol pada 1256. Dan sebelumnya serbuan tentara salib. Kehancuran ini diikuti kehancuran di Andalusia. Sekitar abad ke-13 sampai abad ke-19 stagnan ulama perempuan tidak muncul,” kata dia.  

Baru muncul lagi tokoh bernama Rifa’ah Rafi ath-Thahthawi (1801-1873 M) yang dipandang sebagai orang pertama atau pelopor yang membawa pembaruan pemikiran Islam. Dia juga berani mengkritik pandangan-pandangan konservatif yang merendahkan perempuan.

Ath-Thahthawi menuliskan gagasan dan kritiknya dalam buku berjudul Takhlish al-Ibriz fi Talkish Paris dan al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin. 

Selain itu, ada pula tokoh Qasim Amin yang paling menonjol dalam isu perempuan. Dia menulis buku berjudul Tahrir al-Mar’ah (Pembebasan Perempuan). 

Setelah itu, banyak bermunculan tokoh perempuan termasuk di Indonesia. Dari situ, muncul tokoh-tokoh baru yang ikut memperjuangkan hak perempuan sampai saat ini.

“Di Indonesia ada Rahmah el-Yunusiah ulama perempuan di Padang Panjang, Sumatra Barat. Bahkan, Rahmah mendapat gelar kehormatan “syekhah” dari Universitas Al-Azhar. 

Sementara itu, di Jombang, Jawa Timur ada putri dari KH Hasyim Asy’ari bernama Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari. Di Aceh juga ada ulama perempuan terkenal bernama Teungku Fakinah atau Teungku Faki,” kata dia. 

 

Sumber: youtube

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement