Syarat-syarat yang mereka ajukan untuk menerima hadits dhaif, antara lain seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar dan Imam Nawawi. Syarat tersebut di antaranya adalah hadits dhaif itu tidak terlalu parah kedhaifanya.
Sedangkan hadits dha'if yang perawinya sampai ke tingkat pendusta atau tertuduh sebagai pendusta, atau parah kerancuan hafalannya, tetap tidak bisa diterima. Syarat kedua, hadits itu punya asal yang menaungi di bawahnya.
Syarat ketiga, hadits itu hanya seputar masalah nasihat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan. Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.
Ketiga, yaitu para ulama yang termasuk kalangan mau menerima secara bulat setiap hadits dhaif, asal bukan hadits maudhu atau palsu. Sebab menurut mereka sedhai'f-dha'ifnya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
"Mazhab ini banyak dianut saat ini antara lain di Arab Saudi. Selain itu juga ada nama Al-Imam Abu Daud, Ibnu Mahdi, Ibnu Mubarok dan yang lainnya," ujar Ustadz Ahmad.