Rabu 03 Feb 2021 17:04 WIB

Sejarah Penganiayaan Muslim di Myanmar

Muslim Myanmar mencapai kondisi terburuk mereka saat ini.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Sejarah Penganiayaan Muslim di Myanmar. Umat Muslim berkumpul di kamp Thet Kel Pyin internally displaced people (IDP) di Sittwe, Rakhine State, Myanmar, 03 Februari 2021. Militer Myanmar merebut kekuasaan dan mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun setelah menangkap Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Myanmar presiden Win Myint dalam penggerebekan dini hari pada 01 Februari, menyusul meningkatnya ketegangan atas hasil pemilihan parlemen November lalu.
Foto:

Namun, umat Muslim di sana kembali menderita karena mengalami penganiayaan di abad ke-18, di bawah pemerintahan Raja Alaungpaya yang memerintahkan pelarangan penyembelihan secara syariat Islam. Dia juga memberlakukan pembatasan-pembatasan lainnya terhadap praktik keagamaan Islam.

Pada masa pemerintahan Raja Bodawpaya (1782-1819), empat imam Muslim paling terkenal di Myanmar ditangkap dan dibunuh di ibu kota dengan tuduhan menolak makan daging babi. Di bawah pemerintahan Inggris di Myanmar, tekanan ekonomi berkontribusi pada peningkatan kebencian terhadap orang asing pada umumnya dan Muslim pada khususnya. 

Hal inilah yang menjadi awal dari serangkaian kerusuhan yang menargetkan rumah, toko dan masjid yang dihancurkan dan dibakar. Kerusuhan ini terus meningkat dan mereda lagi selama beberapa dekade. 

Sampai akhirnya, umat Islam mencapai kondisi terburuk mereka saat ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai komunitas yang paling teraniaya di dunia.

 

Sumber: https://arabicpost.net/%d8%ab%d9%82%d8%a7%d9%81%d8%a9/2021/02/01/%d8%a7%d9%84%d8%a5%d8%b3%d9%84%d8%a7%d9%85-%d9%81%d9%8a-%d9%85%d9%8a%d8%a7%d9%86%d9%85%d8%a7%d8%b1/

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement