REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam berbagai riwayat, tak sedikit anjuran Nabi Muhammad SAW terhadap umatnya dalam urusan pernikahan. Salah satunya adalah dalam memilih jodoh atau pasangan hidup.
Nabi Muhammad SAW memberikan nasihat tentang jodoh dan pernikahan yang diabadikan secara apik dalam hadis. Dalam buku Ali bin Abi Thalib karya Ali Audah dijelaskan bahwa salah satu parameter orang dalam memilih jodoh yang tepat sebagai pendamping hidup adalah karena agamanya. Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال: تنكح المرأة لأربع: لمالها، ولحسبها، ولجمالها، ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك "Tunkahul-mar-atu li-arba'in; limaliha wa lihisabiha wa lijamaliha wa lidiniha, fazhfur bi-dzati ad-dini taribat yadaaka."
"Perempuan dinikahi karena empat alasan; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, karena agamanya. Maka pilihlah yang karena agamanya, semoga engkau berhasil dan selamat." Dalam hadits lainnya, Nabi bersabda:
إذا أتاكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه "Idza ataakum man tardhauna dinahu wa khuluqahu fazawwijuhu." Yang artinya: "Jika yang datang (melamar) kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah." Dijelaskan bahwa Nabi mengucapkan kalimat ini sebanyak tiga kali, sebab Nabi ditanya bagaimana jika si calon (calon jodoh) itu cacat.
Di sisi lain, mencari jodoh yang tepat memang tidak sangat relatif bagi masing-masing individu. Namun parameter umum dan jitu adalah agama, sebab ras, kecantikan/ketampanan, belum tentu menjadi hal yang menimbulkan sakinah mawaddah wa rahmah dalam menempuh mahligai rumah tangga.
Islam yang membawa ajaran persamaan telah membuktikan bahwa pernikahan sejatinya dapat mempertemukan antar-ras ataupun status sosial seseorang. Di masa Nabi Muhammad SAW, beliau bahkan menikahkan Zaid yang merupakan bekas budak dengan Zainab yang berasal dari keturunan bangsawan Quraisy.
Contoh lainnya adalah Bilal bin Rabah yang juga bekas budak asal Afrika, dinikahkan dengan perempuan Quraisy yang merupakan adik dari Abdurrahman bin Auf.
Lalu ada Fatimah dari Bani Fihr yang dinikahkan dengan Usamah bin Zaid yang merupakan bekas budak. Contoh lainnya yang semacam ini bahkan terus berlangsung di zaman Khulafaurrasyidin. Agama dan ketakwaan seorang hamba menjadi parameter penting dalam landasan memilih jodoh.