Rabu 23 Dec 2020 20:22 WIB

Sitti Moendjijah: Ide Emansipasi Orator Ulung Aisyiyah

Sitti Moendjijah menyebut perempuan setara, tapi bukan berarti sama dengan pria.

Orator ulung Aisyiyah, Muhammadiyah, Sitti Moendjijah.
Foto:

Lebih dari itu, ia satu-satunya perempuan yang dipersilakan maju ke hadapan para hadirin. Penyampaiannya tentang ajaran Islam pun tidak main-main. Sadar bahwa ia menyandang pakaian yang tidak umum waktu itu, ia tegas menyatakan ini adalah perintah agama Islam.

Moendjijah memakai pakaian yang oleh masyakarat sering disebut pakaian haji. Mengapa pakaian haji? Karena jamak diketahui berhaji bagi perempuan pasti berpakaian tertutup.

Maka ia menyampaikan, “Saya ini bukan orang haji, tetapi saya memakai pakaian cara haji perempuan. Saya juga tidak malu berpakaian seperti orang haji, karena ini merupakan perintah agama Islam”. Piawainya Moendjijah dalam pidato serta ketegasan kalimat-kalimatnya menjadikannya selaku perempuan yang diperhitungkan, bahkan di hadapan para lelaki sekalipun.

Ketua Pengoeroes Besar ‘Aisjijah Djokjakarta setelah Siti Bariyah ini memiliki wawasan dan karakter ilmiah yang patut di-iktibari. Terlebih apabila ini terkait dengan isu kesetaraan gender yang didengungkan, pun feminisme sebagai suatu paham. Naskah pidatonya di Kongres Perempuan memberikan pemahaman tentang arti dan peran kedudukan perempuan.

Itu semua tidak dapat dicapai melainkan dengan keikutsertaan perempuan untuk maju dan berkembang. Bahwa menuntut ilmu, misalnya, juga dapat dilakukan oleh mereka.

Sitti Moendjijah menyampaikan kegembiraannya karena perhelatan kongres tersebut. Beliau membahasakan bahwa wujud dari gerakan perempuan akan menyadarkan eksistensi perempuan dari tidur. Menurutnya, sudah tiba masa perempuan untuk maju.

Moendjijah berpendirian bahwa kemuliaan derajat berada pada tiga pondasi, yaitu tinggi budi, banyak ilmu, dan berkelakuan baik. Demi menawarkan gagasan kesetaraan yang ia yakini, Moendjijah membangun struktur pandangannya dengan runtut dan logis.

Melalui contoh-contoh dan membandingkan satu sama lain, ia menunjukkan bahwa Islam sedari awal telah menempatkan posisi perempuan pada posisi yang apik. Contoh sederhana yang paling dekat adalah masa Arab pra-Islam.

Zaman di mana perempuan dianggap sebagai makhluk yang memalukan, sehingga layak bunuh; dipendam hidup-hidup. Namun, Islam hadir membawa cahaya kemajuan.

Tidak hanya satu golongan saja yang merasakannya, tapi masuk di dalamnya kaum perempuan. Maka, dua jenis kelamin ini sejatinya diciptakan dengan kesempatan potensi setara.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement