Ibnu Bathal, sebagaimana dikutip Ibnu Hajar al-Asqalani, menerangkan maksud Hadits ini bahwasanya orang-orang lemah lebih ikhlas dalam berdoa dan lebih khusyu’ dalam beribadah, karena hati mereka tidak terlalu bergantung dengan keglamoran dunia (Fath al-Bari, jilid VI: 89).
Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin terlihat jelas di era modern ini. Si kaya dengan kekayaan yang dimiliki mudah menghabiskan uangnya untuk berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan.
Tak ada masalah dengan harganya, karena memang berkemampuan membelinya. Namun, ketika dia berbelanja di pasar tradisional yang notabene penjualnya adalah pedagang kecil dengan penghasilan pas-pasan, tanpa rasa kasihan dia menawar lebih murah dari harga yang ditawarkan.
Si pedagang pun terpaksa memberikan anggukan yang berarti menyetujui tawaran itu, daripada dagangannya tidak laku. Tanpa disadari, terkadang kita begitu kejam terhadap mereka yang terseok-seok mencari nafkah untuk keluarga, pun digilas oleh kapitalisme global melalui banyak jaringan pasar retail (mart).
Allah tidak memandang tampilan lahir hamba, tapi lebih pada dimensi batin. Betapa banyak orang yang dipandang hina oleh manusia karena tampilan lahirnya lusuh, jauh dari kesan mewah, bahkan kadang tempat tinggal pun tak punya, namun ternyata posisinya justru lebih mulia di hadapan Allah. Rasul bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قال رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى الله لأَبَرَّهُ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mungkin saja orang yang berpenampilan kusut, senantiasa diusir dari pintu rumah orang, akan tetapi bila bersumpah memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Allah mengabulkannya.” (HR. Muslim)
Orang-orang lemah dan tertindas (dhu’afa dan mustadh’afin) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Baik terlemahkan secara kultural maupun struktural. Ada yang lemah secara fisik, yaitu para penyandang disabilitas.
Ada yang lemah secara ekonomi, yaitu kaum fakir miskin. Ada juga yang lemah secara kasih sayang, yaitu anak yatim dan piatu. Keberadaan mereka di sekeliling kita adalah anugerah Allah yang tidak boleh dikesampingkan. Mereka adalah ladang amal bagi kita yang harus menguatkan dan memberdayakan mereka agar mempunyai kekuatan untuk mandiri. Di saat kita menolong mereka, pasti Allah akan melimpahkan pertolongan-Nya kepada kita, sebagaimana sabda Rasul berikut yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.:
وَ اللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيه (رواه مسلم)
“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim no. 2669). Wallahu ‘Alam.
-----
Safwannur, Alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta. Pengajar Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Jawa Barat.
https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/10/07/hadits-ridha-allah-pada-kaum-dhuafa/