Rabu 16 Sep 2020 09:08 WIB

Jejak Historis Kuliner Negeri-Negeri Muslim

Karakter kuliner Muslim bisa ditelisik dari kuliner Arab dan era Turki Usmani.

Jejak Historis Kuliner Negeri-Negeri Muslim. Nasi biryani khas Arab dengan ayam.
Foto:

Kuliner Turki Usmani

Karakter lain dari kuliner Muslim tampak di era Turki Usmani (1299-1923). Kuliner Usmani mendapat pengaruh besar dari kuliner Seljuk, kemaharajaan besar Islam di Asia Tengah pada abad ke-11 M.

Orang Seljuk yang baru memeluk Islam berhenti memakan daging hewan yang dilarang oleh ajaran Islam dan kian banyak mengonsumsi daging ayam, daging domba, olahan tepung, dan mentega.

Adapun di masa Turki Usmani, selain mengadopsi kuliner Seljuk, sereal dan beras adalah makanan utama penduduknya. Oleh sebab itu, pemerintahan Usmani memberikan perhatian besar untuk menjamin tersedianya stok bahan-bahan pokok ini daerah kekuasaannya.

Bawang prei dan kubis adalah sayur yang lazim dimakan, sementara pir, anggur dan delima adalah buah kesukaan masyarakat Turki. Minyak zaitun dan mentega dipakai untuk memasak (Oğuz Diker, dkk, 2016).

photo
Minyak zaitun. - (Pexels)

Di level elite, kekhalifahan Usmani bahkan mempunyai buku catatan berisi daftar makanan dan minuman yang disajikan di meja para bangsawannya (Özge Samanci, 2012). Makanan di istana Usmani dimasak di dapur-dapur berbeda sesuai dengan kepada siapa makanan disajikan, misalnya kepada raja, istri-istrinya atau perdana menteri.

Ratusan orang diperkerjakan di dapur guna menyiapkan makanan untuk para penghuni istana. Pekerjaan di dapur kian kompleks dan dibagi berdasarkan fungsi dan keterampilan, mulai dari kepala dapur, pembuat kebab, koki ikan, hingga pembuat kopi.

Sajian istana dinilai oleh para sejarawan sebagai elemen yang penting bagi kesultanan Usmani. Hal itu menunjukkan kebesaran dalam hal kekayaan, kekuasaan, dan tradisi.

Runtuhnya Kesultanan Usmani pada 1923 tidak menghentikan perkembangan kuliner Turki. Memang tidak ada lagi kerajaan yang melestarikan berbagai makanan khas Turki sebagaimana yang dilakukan oleh Kesultanan Usmani.

Namun, sisi baiknya, migrasi besar-besaran orang Turki sebagai pekerja terutama ke Jerman di 1960-an, dan program reunifikasi keluarga di 1970-an, membuat tradisi Turki, termasuk kulinernya, menjadi eksis di luar tanah kelahirannya. Dewasa ini, warung makan Turki, yang menyediakan kebab dan lahmacun (roti tipis bulat berisi daging cincang) sangat mudah ditemukan di Jerman dan Belanda serta Prancis. Kedai Turki merupakan alternatif utama Muslim yang tengah berwisata di negara-negara Eropa.

photo
Masakan Indonesia Rendang - (Republika/Prayogi)

Di sisi lain, abad ke-20 juga ditandai oleh kolonisasi dan dekolonisasi atas negeri-negeri Afrika dan Asia, termasuk kawasan yang mayoritas berpenduduk Islam seperti Mesir, Malaysia, dan Indonesia. Sebagian warga Muslim tanah jajahan ini bermigrasi ke Eropa dan AS, di mana mereka kemudian membuka warung makan halal.

Di AS kini mungkin tidak ada waralaba makanan halal yang lebih terkenal dibandingkan The Halal Guys (yang menjual gyro, falafel hingga hummus) yang mengklaim membuka segmen baru dalam bisnis restoran di AS: American Halal Food. Di Belanda, rendang dengan mudah ditemukan di berbagai restoran Indonesia.

Kini, rendang bahkan tidak hanya dikenal sebagai makanan khas Indonesia, tapi juga merupakan bagian dari kuliner dunia Muslim. Ini terutama sekali ditunjukkan oleh filosofi di balik rendang di mana salah satu bahan pembuatnya, cabe, merupakan simbol dari alim ulama, yang 'pedas' dan tegas dalam menegakkan ajaran agama.

Sumber: https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/09/15/jejak-historis-kuliner-negeri-negeri-muslim/

 

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement