REPUBLIKA.CO.ID,
حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ مَرْحُومٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ. (رواه البخاري)
“Telah menceritakan kepadaku Bisyir bin Marhum telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim dari Isma’il bin Umayyah dari Sa’id bin Abi Sa’id dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya (harganya) dan seseorang yang mempekerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak memberi upahnya” (HR Al-Bukhari).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab al-Jami’ as-Shahih-nya pada bab “Itsmun Man Ba’a Hurran” (dosa bagi orang yang menjual orang yang merdeka) nomor 2075, dengan derajat yang shahih. Matan Hadits yang sama juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam bab “Itsmun Man Mana’a Ajra al-Ajira” (Dosa bagi orang yang menahan upah pekerja/buruh) nomor 2109.
Selain Imam al-Bukhari, matan Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan redaksi yang agak sedikit berbeda, sebagaimana tercantum dalam kitab Sunan-nya, bab “Ajru al-Ajra’ (Upah bagi pekerja) nomor 2433 dan Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya, bab Musnad Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu nomor 8338, sebagai berikut:
حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَلِيمٍ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُوفِّهِ أَجْرَهُ. (رواه ابن ماجة و أحمد)
“Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa’id berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulim dari Isma’il bin Umayyah dari Sa’id bin Abu Sa’id al-Maqburi dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw bersabda: “Tiga orang yang akan menjadi musuhku pada hari kiamat, dan barangsiapa aku sebagai lawannya, maka aku akan memusuhinya pada hari kiamat; seseorang yang memberi dengan namaku tetapi dia berkhianat, seseorang yang menjual orang merdeka kemudian dia memakan hasil penjualan, dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak membayar upahnya” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Isi Kandungan Hadits
Hadits ini berbicara tentang kelompok atau orang-orang yang dibenci dan dimusuhi oleh Allah SWT pada hari kiamat kelak, yaitu orang yang bersumpah atas (nama) Allah, lalu mengingkari sumpahnya. Jujur dalam berkata dan berbuat adalah salah satu persoalan yang sangat diperintahkan dalam ajaran Islam. Sebaliknya, berdusta merupakan perbuataan tercela yang dilarang oleh agama dan dikategorikan sebagai dosa besar serta dimusuhi oleh Allah SWT.
Bahkan lebih tegas lagi, Ibnul Qayyim al-Jauzi rahimahullah mengutip pendapat sebagian ulama, bahwa berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya adalah salah satu bentuk kekufuran yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam (kharijun ‘an millah). Tidak diragukan lagi, berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya adalah salah satu dosa besar, bahkan dalam tingkatan tertentu dapat menyebabkan kepada kekufuran. (Imam adz-Dzahabi, Al-Kaba’ir).
Berdusta dengan bersumpah atas nama Allah seperti; Wallahi, Billahi, Tallahi (Demi Allah), sering juga disebut dengan sumpah palsu (Qaul az-Zur) yang menyebabkan pelakunya berdosa besar dan mendapatkan hukuman kaffarat. Hal ini juga dijelaskan dalam Hadist lain yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ. (رواه البخاري و مسلم)
“Dari ‘Abdurrahman bin Abi Bakrah dari bapaknya ra. berkata; Nabi SAW. bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan akan dosa yang paling besar?” Beliau menyatakannya tiga kali. Mereka menjawab: “Mau, wahai Rasulullah”. Lalu Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua”. Lalu Beliau duduk dari sebelumnya, berbaring kemudian melanjutkan sabdanya: “Ketahuilah, juga perkataan (janji) palsu”. Dia berkata: “Beliau terus saja mengatakannya berulang-ulang hingga kami mengatakannya ‘Duhai (kapan) sekiranya Beliau diam”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Selain sumpah palsu atas nama Allah SWT, terdapat juga beberapa jenis perbuatan yang termasuk kategori berdusta atas nama Allah SWT, seperti; Mengaku menerima wahyu dari Allah SWT. (QS. Yunus: 18); mengaku dan meyakini bahwa Allah memiliki anak (QS. Yunus: 68); membuat syariat lalu dinisbatkan pada Allah SWT. (QS. Al-A’raf: 28); menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Balasan Orang yang Berdusta atas Nama Allah
Karena berdusta atas nama Allah termasuk salah satu dosa besar, maka tentu orang yang melakukannya akan mendapatkan balasan dari Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di antara balasan yang akan didapatkan oleh pelakunya antara lain pertama, akan dilaknat dan dimusuhi oleh Allah SwT, sebagaimana dijelaskan dalam matan Hadits di atas; kedua, orang yang berdusta atas nama Allah digolongkan sebagai orang-orang yang zalim, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 21 sebagai berikut:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِه إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ.
“Dan siapakah yang lebih zalim/aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim/aniaya itu tidak akan mendapat keberuntungan.”
Ruslan Fariadi, Dosen Pendidikan Ulama’ Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta dan mengabdi di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta