Rabu 04 Jan 2023 21:50 WIB

Kejujuran Abdullah bin Mubarak yang Mengantarkan Dirinya Jadi Orang Merdeka Seutuhnya

Islam memuliakan sikap jujur dan dalam permasalahan apapun

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti / Red: Nashih Nashrullah
Kejujuran (ilustrasi). Islam memuliakan sikap jujur dan dalam permasalahan apapun
Foto: Antara/Regina Safri
Kejujuran (ilustrasi). Islam memuliakan sikap jujur dan dalam permasalahan apapun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kejujuran merupakan ajaran dan akhlak Islam yang sangat mulia. Keutamaannya pun sangat besar.   

Muqarabin menyarikan kitab Sa’atu as-Sa’ah karya Syekh Mahmud al-Mishri, di Kota al-Marwa, terdapat seorang bernama Nuh bin Maryam. 

Baca Juga

Ia seorang kepala negara dan sekaligus jaksa agung di kota tersebut. Selain sebagai seorang pejabat, ia juga dikenal sebagai orang yang kaya harta dan memiliki budak sebagai pesuruhnya.

Walaupun memiliki kelebihan kenikmatan duniawi yang serba berkecukupan, Nuh bin Maryam selalu bersikap bijak dalam menghadapi berbagai permasalahan. 

Alkisah, suatu ketika Nuh bin Maryam memberikan amanah kepada budaknya yang bernama Mubarak. 

Ia berkata, "Wahai Mubarak, jagalah kebun anggurku, peliharalah, siramilah sampai waktunya panen tiba." 

Selanjutnya, Mubarak pun bermukim di kebun anggur sang majikan dan memelihara kebunnya. Setelah beberapa bulan kemudian, sang majikan datang ke kebunnya dan memanggil budaknya. Ia berkata, "Wahai Mubarak, ambilkan aku setangkai anggur, aku ingin sekali mencicipi anggur hasil pemeliharaanmu.”  

Mubarak bergegas memetik setangkai anggur dan diberikan kepada tuannya.

Namun, apa yang terjadi? Setelah tuannya memakan sebutir anggur, ia pun membuangnya dan sambil berkata, "Ini masam, Mubarok," dengan nada kecewa sang majikan kembali memerintah sang budak itu, "Carikan anggur yang manis." 

Mubarok kembali memetik anggur, dan memberikannya kepada tuannya. "Ini juga masam, carikan yang manis!" kata-kata itu kembali keluar dari mulut sang majikan. Mubarak pun mengambilkan anggur yang ketiga kalinya. Lagi-lagi, wajah majikan menandakan raut mu ka kecewa setelah memakannya. "Ini masam, Mubarak!" 

Akhirnya, majikannya marah dan berkata, "Apakah kau tidak bisa membedakan mana anggur yang manis dan masam?" Lalu, Mubarok berkata, "Wahai tuanku, aku tidak dapat membedakannya, tuan. Sebab, aku tak pernah mencicipinya."

Mendengar jawaban itu, alangkah herannya sang majikan dan berkata, "Kau tidak pernah mencicipinya? Padahal, kau sudah sekian lama aku tugaskan menjaga kebun ini." 

"Iya tuan. Engkau menugaskan aku untuk menjaganya, bukan untuk mencicipinya. Karenanya, aku tidak berani mencicipinya walaupun satu buah," jawab Mubarak.

Nuh bin Maryam akhirnya tidak jadi marah. Persoalan tidak mendapatkan anggur yang manis terlupakan begitu saja. 

Ia berdiam sejenak dan merenung dengan penuh kekaguman atas sikap kejujuran sang penjaga kebunnya. 

Belum pernah ia mendapati seseorang yang lebih jujur dan memegang amanah melebihi budak di hadapannya ini. 

Akhirnya, Mubarak dimerdekakan dan diberikan harta yang berkecukupan untuk bekal kehidupannya. 

Ia kini dikenal sebagai Abdullah bin Mubarak (244 H) yang dikenal sebagai ahli fikih dan hadits.

Dari kisah keteladanan tersebut, kita dapat melihat bagaimana kejujuran dalam diri Mubarak yang dibalut dengan spirit keimanan dan ketakwaan. 

Komitmen dalam mengemban amanah yang diberikan majikannya, ia jaga dengan penuh sikap totalitas dan tanggung jawab yang didasarkan karena ketaatan kepada Allah SWT, bukan karena pamrih, pencitraan, dan pujian dari manusia.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement