REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dalam konsep Islam, sedekah memberikan banyak manfaat bagi pelakunya, termasuk di antaranya adalah keberkahan umur.
Keberkahan ini, dalam syariat Nabi Dawud, pernah dirupakan secara langsung berupa ditambahnya umur seseorang, bahkan hingga 50 tahun.
Alkisah, dahulu kala Nabi Dawud alaihissalam memiliki seorang teman karib. Sahabatnya itu dengan setia mendampingi dakwah yang dilakukan utusan Allah SWT tersebut. Ayahanda Nabi Sulaiman AS itu pun senang karena mempunyai seorang pengikut yang saleh. Namun, kabar duka kemudian menghampiri.
Pada suatu ketika, Malaikat Jibril datang kepada Nabi Dawud. Wahai nabi Allah! katanya, sampaikan kabar ini kepada sahabatmu itu. Bahwa ajalnya akan segera tiga. Dalam waktu 50 hari ke depan, ia akan meninggal dunia.
Hal itu mengejutkan Nabi Dawud. Ia pun bersedih hati. Terbayang dalam pikirannya, sang sahabat yang selama ini mengiringinya akan meninggal dunia. Maka dengan berat hati, nabi tersebut menyampaikan berita dari langit itu kepada kawan dekatnya.
"Wahai sahabatku, aku sungguh tidak tega untuk memberitahukan kabar ini kepadamu. Malaikat Jibril telah datang kepadaku, dan memintaku untuk menyampaikan, ajalmu sudah dekat. Dalam 50 hari lagi, engkau akan meninggalkan dunia yang fana ini," kata Nabi Dawud.
Mendengar keterangan itu, sang sahabat bermuram durja. Sudah bertahun-tahun dirinya hidup. Sejak mengenal sang utusan Allah SWT, tidak sehari pun terlewatkan tanpa meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Kini, datanglah berita yang mengejutkan.
Dalam beberapa hari lagi, ia akan wafat. Betapa lekasnya waktu melesat! Begitu pikirnya. Berat baginya untuk berpisah dengan Nabi Dawud. Masih banyak ilmu dan hikmah yang ingin diperolehnya dari Sang Nabi.
Baca juga: Islam akan Jadi Agama Mayoritas di 13 Negara Eropa pada 2085, Ini Daftarnya
Bagaimanapun, lelaki itu tidak ingin larut dalam duka. Ia menyadari, waktunya tinggal 50 hari lagi. Alih-alih cemas, ia dengan yakin mempersiapkan diri jelang menjemput ajal. Mulai detik itu juga, sang sahabat nabi memperbanyak amalnya. Kualitas ibadahnya pun makin ditingkatkan.
Melihat optimisme itu, Nabi Dawud turut bahagia. Dirinya pun merasa bangga karena memiliki seorang sahabat yang bermental cerdas. Bukannya bersedih tanpa henti, lelaki itu justru terus bersemangat dalam memanfaatkan setiap waktu yang tersisa demi memperbanyak bekal untuk akhirat kelak.