Rabu 29 May 2024 06:40 WIB

Tak Setuju Musik Haram Mutlak, Begini Argumentasi Akal yang Disusun Imam Al Ghazali

Imam Al-Ghazali paparkan hukum musik dalam Ihya Ulumuddin

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Pertunjukan musik (ilustrasi). Imam Al-Ghazali paparkan hukum musik dalam Ihya Ulumuddin
Foto:

Suara merdu yang berirama terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya. Pertama, suara merdu yang bersumber dari hal-hal material atau benda-benda seperti alat musik dan drum atau bunyi dari alat musik yang dipukul dengan pemukul.

Kedua, suara merdu yang berasal dari kerongkongan (maksudnya: pita suara) hewan termasuk manusia, seperti suara burung murai, merpati, dan binatang lain. Inilah suara merdu alami yang berirama.

Karena asal atau sumber suara binatang itu adalah kerongkongan, maka sesungguhnya suara merdu yang dilakukan oleh manusia mengikuti suara merdu binatang-binatang ciptaan Allah SAW. Tidak sesuatu pun pada makhluk Allah yang tidak diikuti oleh manusia.

Jadi, bagaimana mungkin suara merdu yang berirama ataupun yang tidak berirama haram didengar? Tidak seorang pun yang berkata bahwa suara merdu burung-burung itu haram didengar dan ditiru oleh manusia.

Suara binatang yang hidup tidak ada bedanya dengan suara sebuah alat musik atau suara benda. Maka mendengarkan suara manusia dengan atau tanpa alat apapun (misalnya, seruling) yang bersumber dari kerongkongannya adalah tidak haram, kecuali mendengar suara alat-alat musik yang secara tegas dilarang oleh agama, seperti kuba, mazamir dan autar. 

Hal itu tidak diharamkan karena semua mengalunkan suara yang merdu dan indah. Apabila semua itu diharamkan karena alasan ini (mengeluarkan suara yang bagus dan merdu), maka segala sesuatu yang disukai manusia karena keindahan dan kebagusannya pun haram hukumnya.

Suara berirama merdu halal 

Tentu hal ini keliru, alasan untuk mengharamkan suara yang merdu dan indah adalah apabila ia dihubungkan atau berhubungan dengan khamer (minuman yang memabukkan) yang diharamkan ketika memainkan alat musik yang mengeluarkan suara yang merdu dan indah atau ketika seseorang menghasilkan suara demikian.

Alat-alat musik yang mendorong orang meminum khamer diharamkan sebagaimana diharamkannya berdua dengan seorang wanita ajnabiyah atau wanita bukan mahram di sebuah ruangan karena akan menjurus kepada jima (bersetubuh). 

Seruling penggembala, peziarah, pemain drum yang mengalunkan suara merdu dan indah tidak haram karena mereka tidak berhubungan dengan khamer.  Allah SWT berfirman dalam surat al Araf ayat 32:

قل من حرم زينة الله التي أخرج لعباده والطيبات من الرزق

"Katakanlah! Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah dan memakan rezeki yang baik yang disediakan-Nya untuk hamba-Nya?" 

Dengan demikian, suara-suara merdu yang berirama tidak haram. Nyanyian religius yang mudah dipahami adalah syair atau sajak (puisi) yang keluar dari lidah manusia.

Sajak semacam itu hukumnya halal (boleh). Kata-kata yang mudah dipahami dan suara indah berirama tidak haram, karena apabila masing-masing halal maka jika keduanya disatukan tidaklah haram.

Namun, apabila ada kata-kata di dalam sajak yang dianggap haram, maka sajak itu pun haram, baik dilagukan atau tidak dilagukan. 

Imam Syafi'i berkata, "Apabila membacakan syair tanpa suara yang merdu berirama adalah halal, maka membacakan syair dengan suara yang merdu berirama pun halal." 

Ketika berbagai syair itu dibacakan di hadapan Rasulullah SAW, beliau biasanya bersabda, "Sesungguhnya di dalam syair terkandung hikmah."

Ketika membangun masjid Madinah, Rasulullah SAW mengangkat bahan-bahan bangunan bersama para sahabat sambil membaca sy'ir, "Beban ini tidaklah seberat beban perang Khaibar, tetapi lebih besar kebaikannya di sisi Allah dan lebih suci." 

Pada kesempatan lain, Rasulullah SAW membaca syair, "Ya Rabbku, hidup yang sesungguhnya adalah hidup di akhirat, karena itu anugerahkan rahmat kepada kaum Anshar dan Muhajirin." 

Rasulullah SAW meletakkan sebuah mimbar untuk Hasan ibn Tsabit (seorang penyair ulung) di dalam masjid. Hasan ibn Tsabit kemudian berdiri dan membaca syair yang mencela kaum kafir dan memuji Rasulullah SAW.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah menguatkan Hasan dengan Ruhul Qudus hingga ia memaklumkan kesucian atas nama Rasulullah SAW dan menentang kaum kafir."

Suatu kali, al-Nabighah al-Ja'dy melagukan beberapa syairnya di hadapan Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya, "Semoga Allah tidak memecahkan gigimu." 

Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa para sahabat Rasulullah SAW biasa membaca (menyanyikan) beberapa bait syair di hadapan Rasulullah SAW dan beliau hanya tersenyum. 

'Amr ibn al-Syuraid meriwayatkan dari ayahnya yang berkata, "Aku telah mendendangkan seratus bait syair gubahan Ummiyah ibn Abi al Ahult di hadapan Rasulullah SAW. Semuanya disambut Rasulullah SAW dengan ucapan beliau, "Teruskan, teruskan."

Demikian dijelaskan Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin yang diterjemahkan Ibnu Ibrahim Ba'adillah diterbitkan Republika Penerbit, 2011.  

photo
Mendengarkan musik dapat menghasilkan dopamin di otak. - (Republika.co.id)

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement