Rabu 29 May 2024 06:40 WIB

Tak Setuju Musik Haram Mutlak, Begini Argumentasi Akal yang Disusun Imam Al Ghazali

Imam Al-Ghazali paparkan hukum musik dalam Ihya Ulumuddin

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Pertunjukan musik (ilustrasi). Imam Al-Ghazali paparkan hukum musik dalam Ihya Ulumuddin
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan yang berkaitan dengan dalil seputar halalnya mendengarkan nyanyian.

Menurut ulama bergelar Hujjatul Islam Zainuddin al-Thusi ini, argumentasi hukum (nash) maupun dalil agama yang tegas adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW, baik melalui perkataan maupun melalui perbuatannya. 

Baca Juga

Yang dimaksud dengan qiyas (analogi) adalah pengertian yang dipahami dari perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Apabila tidak ada nash dan qiyas terhadap nash, maka batallah perkataan mengenai haramnya sesuatu. 

"Tidak ada nash dan qiyas yang menunjukkan bahwa hukum mendengar nyanyian atau lagu religius itu haram. Dengan demikian, mendengar nyanyian demikian hukumnya boleh atau halal," kata Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.

Kesimpulan dari perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan di atas, bahwa makna kata "al-Ghina" berarti lagu atau nyanyian, termasuk sama atau nyanyian religius. Biasanya nyanyian berarti suara yang merdu. 

Nyanyian atau suara yang merdu dapat dibagi menjadi dua, yaitu suara yang berirama dan suara yang tidak berirama. Suara yang berirama pun dibagi menjadi dua, yaitu suara yang dapat dipahami seperti syair atau puisi, dan suara yang tidak dapat dipahami seperti suara binatang dan bunyi barang keras yang jatuh, atau bergesekan, dan lain sebagainya. Adapun mendengar nyanyian yang merdu tidak bisa diharamkan karena suara yang merdu adalah halal menurut nash dan qiyas.

Sifat alami pancaindra  

Telinga diciptakan oleh Allah SWT untuk mendengar alunan suara-suara yang merdu. Manusia memiliki akal dan lima pancaindera, dan masing-masing pancaindra memiliki sifat alami untuk mencerap sesuatu yang menyenangkan. 

Sifat alami mata adalah untuk melihat. Mata menikmati kesenangan dengan cara memandang hal-hal yang indah, seperti berbagai jenis tumbuhan dan dedaunan yang hijau, air yang mengalir, dan wajah yang elok.

Dengan kata lain, setiap warna dan pemandangan yang indah adalah sesuatu yang menyenangkan bagi mata. Sebaliknya, setiap warna dan pemandangan yang buruk adalah sesuatu yang tidak menyenangkan bagi mata. 

Kemudian, hidung diciptakan untuk mencium. Hidung suka mencium bau-bauan yang harum dan wangi, dan tidak suka pada bau-bauan yang busuk, amis dan tidak enak. Begitu pula halnya dengan lidah. Lidah menyukai makanan yang enak, manis, dan berminyak (mengandung lemak) dan tidak menyukai makanan yang pahit dan tidak enak. 

Tangan menyukai sesuatu (permukaan) yang lembut, licin, dan halus, dan tidak menyukai sesuatu (permukaan) yang kasar dan tidak rata. Sedangkan akal merasa nyaman dengan ilmu dan pengenalan (ma'rifah) serta tidak menyukai kebutahurufan dan kebodohan. 

Maka demikian pula halnya dengan telinga. Suara yang didengar oleh indra pendengaran manusia dapat dibagi menjadi dua. Pertama, suara yang merdu, seperti suara burung murai dan bunyi serunai atau lagu-lagu merdu. Kedua, suara yang tidak disenangi, seperti suara keledai dan lain-lain.

Alquran dan hadits membolehkan kita mendengar suara yang merdu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ يَزِيْدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ 

. . . . Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Fatir Ayat 1)

Dalam Ihya Ulumuddin, dijelaskan bahwa ada yang mengatakan bahwa maksud dari kata "menambahkan" dalam ayat tersebut adalah "suara yang merdu."

Rasulullah SAW bersabda: ما بعث الله نبياً إلا حسن الصوت "Allah SWT tidak mengutus seorang Nabi kecuali bersuara bagus." 

Sabda Rasulullah SAW lainnya, "Siapa saja yang membaca Alquran dengan suara merdu, maka Allah SWT akan mendengarkan bacaannya lebih daripada seseorang mendengar nyanyian dari penyanyi (budak) wanitanya." 

Ada sebuah riwayat yang memuji Nabi Daud Alaihissalam, bunyinya adalah: 

أنه كان حسن الصوت في النياحة على نفسه وفي تلاوة الزبور حتى كان يجتمع الغنس والجن والوحوش والطير لسماع صوته، وكان يحمل في مجلسه أربعمائة جنازة وما يقرب منها في الأوقات،"Sesungguhnya Nabi Daud Alaihissalam biasa bernyanyi dengan suara demikian merdu sehingga manusia, jin, binatang liar dan burung berkumpul bersama untuk mendengar suaranya itu. Hampir empat ratus jenazah dibawa ke hadapan Nabi Daud Alaihissalam dan beliau menyanyikan lagu-lagu dengan suara merdunya."

Pada suatu hari Rasulullah SAW memuji sahabat Abu Musa al-Asy'ari dengan sabdanya:

لقد أعطى مزماراً من مزامير آل داود 

"Sesungguhnya telah diberikan kepadanya (Abu Musa al-Asy'ari) serunai dari serunai-serunai keluarga Nabi Daud." 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ ࣖ

"Sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman Ayat 19)

Ayat ini juga memuji suara yang bagus. Apabila mendengar nyanyian hukumnya haram, maka mendengar suara burung murai pun menjadi haram. 

Apabila mendengar suara burung murai itu halal atau diperbolehkan, maka bagaimana mungkin mendengar suara yang bagus dan merdu yang mengandung hikmah dan nilai yang baik tidak diperbolehkan?

Terdapat pula irama dalam suara yang merdu. Banyak suara merdu yang tidak memiliki irama dan banyak suara berirama yang tidak merdu. 

Suara merdu..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement