Ulama klasik yang juga menghalalkan musik, menurut Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin adalah tokoh sufi yang terkenal dengan nama Abu Thalib al-Makki bernama asli Muhammad bin Ali bin ‘Athiyyah al-Haritsi al-Makki (wafat tahun 386 Hijriyah).
Abu Thalib al-Makki memang tidak dilahirkan di kota Makkah, akan tetapi karena ia tumbuh dan besar di sana, maka kemudian banyak yang menjulukinya dengan sebutan Al-Makki, sebuah penisbatan pada kota Makkah.
Abu Thalib al-Makki, setelah mengutip pendapat para ulama, berkata bahwa mendengar nyanyian itu diperbolehkan atau halal.
Abu Thalib al-Makki berkata bahwa orang Hijaz di Makkah, biasa mendengar nyanyian pada hari-hari penting tertentu yang penuh barakah setiap tahun, yaitu hari-hari yang Allah SWT memerintahkan hamba-Nya berdzikir, seperti hari Tasyrik (tiga hari sesudah led al Adha atau tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Begitu pula halnya penduduk Madinah, mereka terbiasa mendengar nyanyian.
"Ulama sufi Atha mempunyai dua budak wanita yang bersuara merdu (biasa bernyanyi). Teman-teman Atha sering mendengar nyanyian kedua budak wanita tersebut. Al-Junaid, Sirri al-Saqathi, Dzun-Nun al-Mishri dan Harits al-Muhasibi, Ibnu Hasan al-Asqalani sering pula mendengar nyanyian religius," demikian dijelaskan Imam Al Ghazali bergelar Hujjatul Islam Zainuddin al-Thusi dalam Ihya Ulumuddin.
Mimsyad al-Dainuri berkata, "Aku bermimpi bertemu Rasulullah SAW lalu aku bertanya kepada beliau, 'Ya, Rasulullah, apakah engkau tidak menyukai sesuatu dari nyanyian?' Lalu beliau menjawab, 'Aku bukan tidak menyukai nyanyian, tetapi katakan kepada mereka bahwa mereka harus memulai nyanyian itu dengan sebuah ayat Alquran dan mengakhirinya dengan sebuah ayat Alquran pula'."