Rabu 08 May 2024 22:52 WIB

Besok Akhir Syawal dan Mengapa Bulan Setelahnya Dinamakan Dzulqadah?

Bulan Dzulqadah memiliki banyak keutamaan

Jamaah wukuf di Arafah. Bulan Dzulqadah memiliki banyak keutamaan
Foto: AP/Amr Nabil
Jamaah wukuf di Arafah. Bulan Dzulqadah memiliki banyak keutamaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kamis 9 Mei 2024 merupakan akhir Syawal 1445 Hijriyah. Bulan yang berikutnya adalah Dzulqadah. Bulan ini berada pada urutan ke-11 tahun Hijriyah. Mengapa dinamakan demikian? 

Prof Syihabuddin Qalyubi, mantan guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam naskah artikel yang pernah tayang di Republika.co.id menjelaskan sebagai berikut:

Baca Juga

Dzulqadah berasal dari bahasa Arab  ذُو القَعْدَة (dzul-qa’dah). Dalam kamus al-Ma’ānī kata dzū artinya pemilik, namun jika digandengkan dengan kata lain akan mempunyai makna tersendiri, misalnya dzū mālin (orang kaya), dzū ‘usrah (orang susah). 

Kata "qa’dah" adalah derivasi dari kata "qa’ada", salah satu artinya tempat yang diduduki. Sehingga Dzulqadah secara etimologi orang yang memiliki tempat duduk, dalam pengertian orang itu tidak bepergian kemana-mana ia banyak duduk (di kursi). Dari kata "qa’ada" ini bisa berkembang beberapa bentuk dan pemaknaan, antara lain taqā’ud artinya pensiun, konotasinya orang yang sudah purna tugas akan berkurang pekerjaannya sehingga dia akan banyak duduk (di kursi).

Dalam Lisānul ‘Arab disebutkan, bahwa bulan ke-11 ini dinamai Dzulqadah, karena pada bulan itu orang Arab tidak bepergian, tidak mencari pakan ternak, dan tidak melakukan peperangan. Hal itu dilakukan guna menghormati dan mengagunggkan bulan itu. Sehingga seluruh jazirah Arab pada bulan tersebut dipenuhi ketenangan. Dan ada lagi yang mengatakan bahwa mereka tidak bepergiaan itu karena untuk persiapan ibadah haji.

Dalam kalender Jawa bulan ke-11 itu dinamai Dulkangidah. Bulan ini dikenal pula dengan nama bulan Apit atau Hapit (Jawa Kuno). Menurut masyarakat Jawa, apit berarti terjepit. Hal ini karena bulan tersebut terletak di antara dua hari raya besar yaitu, Idul Fitri (Syawal) dan Idul Adha (Dzulhijah) 

Keistimewaan :

1. Menurut Mazhab Syafii, barang siapa berbuat kebaikan di bulan-bulan suci, maka pahalanya dilipatgandakan, dan barang siapa berbuat kejelekan di bulan-bulan tersebut, maka dosanya dilipatgandaakan pula. Di samping itu,  pembayaran diyat yang diberikan kepada keluarga terbunuh di bulan-bulan suci harus diperberat. 

2. Al-Thabari, sewaktu menafsirkan al-Taubah: 36, dia berpendapat bahwa kata ganti  fī hinna  di ayat itu  kembali ke bulan-bulan suci, dan dia menyebutkan dalil-dalil untuk memperkuat pendapatnya ini. Jika dikatakan bahwa pendapat ini berarti membolehkan untuk berbuat zalim di selain empat bulan suci itu, sudah barang tentu pendapat itu tidak benar, karena perbuatan zalim itu diharamkan kepada kita di setiap waktu dan di setiap tempat. Hanya saja Allah SWT sangat menekankan keempat bulan tersebut karena kemuliaan bulan itu sendiri, sehingga ada penekanan secara khusus kepada orang yang bebuat dosa pada bulan-bulan itu, sebagaimana ada penekanan secara khusus  kepada orang-orang yang memuliakannya.

Sebagai padanannya firman Allah SWT:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى

“Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS al-Baqarah: 238).  

Tidak diragukan lagi bahwasanya Allah SWT memerintah kita untuk memelihara (melaksanakan) seluruh sholat-sholat fardlu dan tidak berubah menjadi boleh meninggalkan sholat-sholat itu dikarenakan ada perintah untuk memelihara sholat wustha. Karena perintah memelihara sholat wustha di sana untuk penekanan agar diperhatikan jangan sampai ditinggalkannya. Demikian halnya larangan berbuat zhalim pada keempat bulan suci dalam QS at-Taubah: 36 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement