Rabu 08 Nov 2023 20:00 WIB

Sejarah Resolusi Jihad KH Asyari Sebagai Cikal Bakal Hari Pahlawan

KH Hasyim Asyari menjadi sosok penting lahirnya resolusi jihad dan Hari Pahlawan.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
 KH Hasyim Asyari menjadi sosok penting lahirnya resolusi jihad dan hari pahlawan. Foto:  (ilustrasi) logo nahdlatul ulama
Foto:

Jaringan pesantren dan tokoh tokoh NU terutama yang berada di pedesaan, secara masif berkontribusi dalam sosialisasi fatwa jihad. Kesadaran umat Islam yang sudah terbentuk menjadi lebih kuat, sehingga memobilisasi kekuatan rakyat menjadi lebih mudah. Terbentuknya laskar jihad seperti Sabilillah dan Hizbullah membuktikan peran resolusi jihad dalam membangkitkan semangat perjuangan umat Islam.

Adapun bunyi resolusi jihad yang difatwakan oleh K.H. Hasyim Asyari sebagai berikut:

1. Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 harus dipertahankan.

2. Pemerintah RI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dipertahankan dengan harta maupun jiwa.

3. Musuh-musuh Indonesia, khususnya orang-orang Belanda yang kembali ke Indonesia dengan menampung pasukan sekutu (Inggris), sangat mungkin ingin menjajah kembali Bangsa Indonesia setelah Jepang ditahlukkan.

4. Umat Islam, khususnya warga NU, harus siap bertempur melawan Belanda dan sekutu mereka yang berusaha untuk menguasai Indonesia kembali.

5. Kewajiban jihad merupakan keharusan bagi setiap Muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer (sama jaraknya dengan qashar, di mana meringkas shalat boleh ditunaikan oleh Muslim santri).

6. Mereka yang berada di luar radius itu mempunyai tanggung jawab mendukung saudara-saudara Muslim mereka yang tengah berjuang dalam radius tersebut.

Keluarnya Resolusi Jihad tidak terlepas dari pandangan K.H. Hasyim Asy'ari mengenai Islam dan kenegaraan. Dalam pandangan KH. Hasyim Asy ari, mempertahankan eksistensi NKRI dari segala hal yang mengancamnya wajib dilakukan oleh umat Islam, bukan semata-mata atas nama nasionalisme, namun untuk keberlangsungan kehidupan umat Islam yang berdiam di negara tersebut.

Resolusi jihad memiliki dampak signifikan terhadap konsolidasi kekuatan bersenjata non reguler, di bawah naungan laskar jihad seperti Sabilillah dan Hizbullah. Dalam kondisi militer suatu negara yang belum terbentuk secara solid, maka unsur-unsur kekuatan non reguler yang berintikan barisan pejuang Islam, setidaknya dapat mengisi kekosongan peran militer, terlebih lagi dalam situasi upaya pendudukan kembali oleh Belanda.

Seruan jihad yang dikumandangkan oleh K.H. Hasyim Asyari diikuti ribuan kiai dan santri untuk melawan penjajah Belanda. Seruan yang terkenal dengan Resolusi Jihad ini berisi tiga hal penting: pertama, setiap muslim, tua, muda, dan miskin sekalipun, wajib memerangi orang kafir yang menentang kemerdekaan Indonesia. Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada. Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati. Seruan ini terbukti ampuh untuk menggerakkan semangat perjuangan bangsa Indonesia, khususnya Jawa Timur dan Madura.

Sejarah membuktikan bahwa resolusi jihad benar-benar menjadi faktor penentu berlanjut atau tidaknya kemerdekaan Indonesia. Artinya, dampak nyata dan resolusi jihad adalah kemerdekaan Indonesia itu sendiri, yang sampai sekarang dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sementara dampak bagi internal NU adalah banyaknya santri-santri yang kemudian direkrut menjadi tentara nasional. Selain itu juga, banyak kiai yang mendapatkan gelar pahlawan nasional dan pemerintah.

Kondisi Surabaya yang heroik menyatu dengan semangat' jihad yang kuat, dan kerelaan berkorban demi bangsa, negara dan agama. Ulama dan seluruh lapisan rakyat bahu membahu mempertahankan kota Surabaya yang dibuktikan dengan terjadinya perang 10 November 1945. 

Surabaya menjadi saksi perjuangan umat Islam dan seluruh lapisan masyarakat yang tidak rela dijajah kembali. Dampak dari Resolusi Jihad luar biasa. 

Pergolakan awal di Surabaya berlangsung dengan begitu heroik dan sengit sehingga membuat pasukan Inggris kewalahan. Selain itu kekuatan para pejuang yang sudah sangat solid dan padu kemudian mendapatkan tambahan dengan hadirnya badan-badan perjuangan baik dari kalangan Islam dari luar kota Surabaya yang datang ke kota ini untuk bersama-sama menghadapi Inggris.

Pertempuran 10 November 1945 meletus, laskar ulama santri dan berbagai daerah berada di garda depan pertempuran. Resolusi jihad juga membahana di Semarang dan sekitarnya, bahkan telah mengiringi keberhasilan dalam Perang Sabil Palagan Ambarawa. Para laskar ulama santri juga terus melakukan pertempuran mempertahankan daerahnya masing-masing termasuk di tanah Pasundan dan di luar Jawa (Bizawie: 2016, 28).

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement