Rabu 13 Sep 2023 21:08 WIB

Orang Miskin yang Berutang Meninggal Dunia, Nasib Utangnya Siapa yang Bayar?

Islam memperhatikan serius persoalan utang

Rep: Andrian Saputra / Red: Nashih Nashrullah
Memberi uang, dan membayar hutang (ilustrasi). Islam tidak mengenal warisan utang
Foto: Republika/Musiron
Memberi uang, dan membayar hutang (ilustrasi). Islam tidak mengenal warisan utang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Seorang Muslim yang berutang wajib melunasinya. Ketika telah meninggal, maka utang tersebut dapat dilunasi oleh ahli warisnya. 

Namun bagaimana bila ahli waris tidak sanggup melunasinya, karena ahli waris juga tergolong orang tidak mampu? Lalu siapa yang terkena kewajiban menanggung utang yang meninggal itu dan apa konsekuensinya bagi almarhum bila utangnya tidak ada yang membayar? 

Baca Juga

Selain itu bagaimana juga bila ahli waris memiliki ekonomi yang baik tetapi tidak bersedia melunasi utang orang tuanya yang telah meninggal? Pendakwah yang juga menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah Djalaluddin Pane Foundation (DPF), KH Rakhmad Zailani Kiki, mengatakan seseorang Muslim yang berutang, di dalam fiqih zakat diistilahkan dengan gharim yang merupakan salah satu golongan penerima zakat. 

Namun, kriteria gharim ini adalah seseorang yang berutang untuk menafkahi kebutuhan pokok hidupnya, dan Dia tidak memiliki harta untuk membayar utang tersebut. Kalaupun orang tersebut memiliki harta, harta itu hanya cukup untuk menopang kebutuhan pokoknya sehari-hari.  Seperti pengertian gharim di dalam kitab Kifayatul Akhyar Jilid 1:

الدين الذي لزمه لمصلحة نفسه فيعطى من الزكاة ما يقضي به دينه إن كان دينه في غير معصية

Artinya, “(Pihak yang memiliki) utang dan diperuntuk kan untuk kemaslahatan diri sendiri. Orang atau pihak ini (boleh) diberi harta zakat sekadar untuk menutup utangnya jika utang tersebut dipergunakan bukan dalam rangka maksiat.” 

Pengertian dari kemaslahatan diri sendiri adalah untuk menafkahi kebutuhan pokok hidupnya sendiri sehari-hari.  

Dengan demikian, jika seseorang Muslim terlilit utang namun dia masih memiliki harta yang lebih dari kebutuhan pokok, seperti misalnya tanah, rumah kedua, properti, serta kendaraan di luar kebutuhan pokok, maka dia tidak disebut sebagai gharim atau tidak termasuk ke dalam golongan gharimin. 

Baca juga: Bersyahadat tanpa Paksaan, Mualaf Julianne Froyseth: Islam Agama yang Rasional

"Maka, ketika seseorang Muslim yang berutang wafat namun utangnya belum dilunasi dan ahli warisnya juga tergolong orang tidak mampu dan dia memeneuhi kriteria sebagai gharim, maka baitul maal,  badan atau lembaga amil zakat "dapat" dan boleh melunasi utang si gharim yang telah wafat ini.  

Pengertian dapat di sini bukanlah kewajiban karena yang berkewajiban membayar utang adalah almarhum sendiri yang kalau almarhum masih memiliki aset atau harta benda maka dapat digunakan oleh ahli waris untuk membayar atau melunasi utang almarhum," kata Kiai Kiki kepada Republika.co.id pada Rabu (13/09/2023).  

Menurut Kiai Kiki kebolehan... 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement