REPUBLIKA.CO.ID,
3)Diba'
Maulid ad-Diba’i yang populer disebut Maulid Diba’ juga sering dibaca ketika peringatan maulid. Kitab ini disusun Syekh Wajihuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Umar bin Yusuf bin Ahmad bin Umar asy-Syaibani az-Zabidi asy-Syafi’i yang bergelar Abul Faraj dan masyhur dengan sebutan Ibnud Diba’. Imam Abdurrahman ad-Diba’i lahir di kota Zabid, Yaman. Ia lahir bertepatan pada Muharram 866 H dan wafat pada Jumat 12 Rajab 944 H. Ia dikenal sebagai ulama yang memiliki keilmuan yang sangat luas.
كَانَ اِبْنُ الدِّيْبَع مُتَبَحِّرًا فِي الْقُرْأَنِ وَالْحَدِيْثِ وَعُلُوْمِهِمَا، وَكَذَلِكَ الفِقْهُ وَكَثِيْرٌ مِنَ الْعُلُوْمِ
Artinya, “Ibnud Diba’ adalah ulama yang sangat luas dalam Al-Qur’an dan hadits serta ilmu-ilmu keduanya, begitu juga (sangat luas) dalam ilmu fiqih dan berbagai ilmu-ilmu yang lain.” (Al-Anshari dalam kitab Mil’ul Awani fi Tahqiqil Maulid Diba’i)
Maulid Diba’ sejatinya ringkasan dari Maulid Syaraful Anam, karangan Syekh Syihabuddin bin Qasim,
اِشْتَهَرَ هَذَا الْكِتَابُ بِالْمَوْلِدِ الدِّيْبَعِي نِسْبَةً إِلَى مُؤَلِّفِهِ الْمَشْهُوْرِ بِابْنِ الدِّيْبَعِ. كَانَ مُخْتَصَرًا مِنْ كِتَابِ الْمَوْلِدْ شَرَفِ الْأَنَامِ لِلشَّيْخِ شِهَابُ الدِّينِ أَحْمَدَ بْنِ عَلِيِّ بْنِ قَاسِمِ الْمُرْسِيِّ الْمَشْهُوْرِ بِابْنِ قَاسِمٍ
Artinya, “Kitab ini terkenal dengan nama Maulid Diba’i, karena disandarkan kepada penyusunnya, yang dikenal dengan nama Ibnud Diba’. Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Maulid Syaraful Anâm, karangan Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Qasim al-Mursi, yang dikenal dengan nama Ibnu Qasim.” (Al-Anshari dalam kitab Mil’ul Awani).
Pada kitab Diba tak hanya menuliskan tentang perjalanan hidup nabi namun juga mencantumkan ayat-ayat Alquran dan hadits.
4) Burdah
Kitab Burdah adalah salah satu kitab maulid yang memuat syair pujian kepada Rasulullah. Tiap baitnya penuh makna yang mendalam. Selain itu susunan dan pilihan kata yang digunakan pun begitu indah. Burdah begitu populer dibaca berbagai negara seperti di Yaman, Mesir, Maroko, Syiria dan lainnya. Sementara di Indonesia kepopuleran membaca burdah memang tidak sebesar Diba dan Barzanji, kendati demikian sejumlah majelis ilmu, pondok pesantren dan masjid-masjid ada yang rutin mengistiqomahkan membaca Burdah pada waktu tertentu.
Sejatinya kitab burdah asalnya bernama Al Kawakib Ad Duriyah fi Madhi Khairil Bariyah. Kitab ini menjadi mahakarya seorang ulama besar asal Mesir yakni syekh Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri atau lebih dikenal Imam Bushiri. Ia dilahirkan di Mesir pada Syawal 608 H atau 1212 M dan wafat pada 695 H atau 1296 M di Iskandaria atau kota Aleksandria, Mesir.
Imam Bushiri sendiri sejak kecil sudah menyenangi syair. Ia banyak mempelajari agama dari seorang sufi besar yakni Abdul Abbas Al Mursi yang merupakan penganut tarekat Syadziliyah. Kepiawaiannya dalam membuat syair-syair diakui oleh para pemimpin Mesir pada saat itu. Hingga kemudian karena cintanya yang besar kepada Nabi Muhammad SAW, maka ia pun menyusun Burdah.
Sejatinya ketika menyusun Burdah, Imam Bushiri tengah dalam keadaan sakit. Ia mengalami stuk yang membuatnya sulit berjalan. Kendati demikian hal itu yang memadamkan semangatnya untuk menyusun dan menyelesaikan Burdah. Hingga kemudian kitab Burdah pun selesai disusun olehnya.
Ada kejadian luar biasa yang dialami Imam Bushiri ketika selesai menyusun Burdah. Ia bermimpi didatangi Rasulullah. Dalam mimpinya itu Rasulullah mengusap badan Imam Bushiri. Setelah Imam Bushiri bangun dari tidurnya, sakit stroke yang diderita Imam Bushiri pun hilang. Ia sembuh dari penyakitnya itu bahkan tubuhnya semakin segar bugar.
Kabar Imam Bushiri yang sembuh dari stroke setelah menyusun Burdah itu pun menyebar luas ke berbagai wilayah. Tak terkecuali para penguasa di Mesir pada saat itu. Mereka pun berharap dengan membaca Burdah yang berisi pujian-pujian kepada Rasulullah maka Allah menurunkan rahmatNya sehingga orang-orang yang membacanya sembuh dari penyakit yang diderita.
Namun, selain kitab Burdah Imam Bushiri ada juga kita Burdah lainnya yang disusun oleh orang yang berbeda. Yaitu Burdah Ka'ab Bin Zuhair. Ini adalah burdah paling pertama. Penggubahnya adalah Ka'ab bin Zubair seorang penyair besar di Arab yang hidup pada zaman nabi Muhammad SAW. Pada awalnya Ka'ab bin Zubair begitu membenci Rasulullah. Ia kemudian membuat syair-syair yang berisi kebencian, cacian dan hinaan kepada Rasulullah. Syair-syair kebencian yang dibuat Ka'ab bin Zubair terdengar oleh Rasulullah SAW. Yang selanjutnya Rasulullah memperkenankan para sahabat untuk memburu Ka'ab bin Zubair untuk diberikan hukuman mati.
Bujair bin Abi Salma yang sudah memeluk Islam, menulis sepucuk surat untuk Ka'ab bin Zubair. Ia menyarankan pada Ka'ab agar menghadap Rasulullah dan meminta maaf. Bujair meyakinkan Ka'ab bahwa Rasulullah memiliki sifat pemaaf yang besar. Akhirnya Ka'ab pun datang menghadap Rasulullah dengan penuh harapan agar Rasulullah mau memaafkannya. Dalam pertemuan itu, Ka'ab menyesali perbuatannya yang telah mencaci dan menghina Rasulullah melalui syari-syairnya. Ka'ab pun bertaubat dan memeluk Islam dan menjadi pembela Rasulullah. Dan Rasulullah pun memaafkan Ka'ab. Kebahagian pun menyelimuti Ka'ab, ia kemudian melantunkan beberapa bait syair yang berisi pujian-pujian kepada Rasulullah. Rasulullah sangat senang dengan bait-bait syair pujian Ka'ab bin Zuhair. Hingga Rasulullah pun memberikan jubah Burdah kepada Ka'ab bin Zuhair.
Syair-syair Ka'ab bin Zuhair untuk Rasulullah inilah yang kemudian dikenal dengan burdah Ka'ab Bin Zuhair atau populer juga disebut dengan Banat Suad Lil Kaab bin Zuhair.
Lalu ada juga nahjul burdah Ahmad Syauqi. Ahmad Syauqi adalah seorang penyair Mesir terkenal pada abad ke-19. Karyanya yang paling populer adalah Nahjul Burdah sebagai luapan kecintaannya kepada Rasulullah. Sebagai bentuk ketawadhu'an dan penghormatan terhadap kitab Burdah Imam Bushiri dan Burdah Banat Suad Lil Kaab bin Zuhair, Ahmad Syauqi memilih menamai syari-syairnya dengan Nahjul Burdah. Qasidah Nahjul Burdah ini terbit pertama kali pada 1328 Hijriah.