REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Muharram adalah Bulan Mulia. Orang Jawa menyebut Bulan Muharram dengan Bulan Suro, karena di dalamnya ada hari yg istimewa, yaitu Hari Asyura (orang Jawa membacanya sebagai 'Asuro').
Pengurus Bidang Dakwah MIUMI Yogyakarta, Nanung Danar Dono, menyebutkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah mendapati orang-orang Yahudi melakukan Puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah bertanya, ”Hari yang kalian berpuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini.”Rasulullah kemudian berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1130)
Yang menarik dari hadits di atas adalah sepintas sepertinya ada kesan Nabi meniru-niru (tasyabbuh) amalan orang Yahudi. Apakah memang demikian?
Sesungguhnya Rasulullah tidak sedang meniru-niru orang Yahudi. Beliau sesungguhnya sudah sering melaksanakan Puasa Asyura tersebut. Hanya saja setelah hijrah ke Madinah, Beliau menyadari (mengetahui) bahwa orang-orang Yahudi ternyata juga berpuasa pada Hari Asyura.
Maka Beliau kemudian berkomentar bahwa umat Islam lebih berhak untuk berpuasa pada Hari Asyura yang mulia tersebut.
Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa, ”Nabi biasa melakukan Puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian setelah Nabi tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura, lalu Beliau pun ikut melakukannya. Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad Beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi). Wallahu a’lam.” (Al Minhaj Syarh Muslim, 8/11).