REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para peneliti sejarah menjelaskan awal manusia membersihkan gigi dan sejak kapan itu dimulai.
Dalam sejarahnya, sikat dan pasti gigi dibuat pada pertengahan abad ke-19. Namun, sebelum itu umat manusia ternyata telah merawat giginya dalam waktu yang lama.
Teknik pembersihan gigi dan mulut sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Ini diketahui berdasarkan gambar dan ukiran di dalam gua yang menunjukkan bahwa tusuk gigi kayu dan tulang dari Zaman Batu kemungkinan digunakan untuk menghilangkan buah beri, daging, dan biji dari sela-sela gigi.
Namun, sejarah tertua penggunaan pasta gigi untuk membersihkan gigi adalah pada 5.000 Sebelum Masehi. Para ahli sejarah percaya bahwa bangsa Mesir dan Babilonia kuno adalah bangsa pertama yang mulai menggunakan pasta gigi untuk membersihkan gigi.
Orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan pasta gigi setelah kontak mereka dengan peradaban Firaun dan Babilonia. Sedangkan orang di China dan India menggunakan pasta gigi pertama kali pada 500 Sebelum Masehi.
Deskripsi tertulis tertua tentang perawatan gigi yang ditemukan oleh para arkeolog, berusia lebih dari 2.500 tahun. Temuan ini menegaskan adanya keinginan manusia sejak zaman kuno untuk merawat gigi.
Ini tak lepas dari dokter Yunani terkenal Hippocrates, yang merupakan orang pertama yang merekomendasikan menyikat gigi menggunakan pasta gigi kering, yang disebut bubuk pasta gigi.
Seiring waktu, orang mulai menggunakan bumbu dan rempah-rempah seperti mint dan jahe untuk mencegah bau mulut, serta mengunyah pil abrasif untuk menghilangkan penumpukan plak.
Orang Mesir kuno dan Babilonia adalah orang pertama yang membuat sikat gigi sendiri dari dahan pohon, dalam rentang waktu antara 3500-3000 SM. Mereka juga menemukan pasta yang mereka sebut bubuk gigi. Komposisi bubuk ini dari kulit telur yang dibakar dan abu dari kuku banteng yang dihancurkan.
Belakangan orang Yunani dan Romawi mengembangkan resep ini, dengan memasukkan tulang yang dihancurkan dan cangkang tiram ke dalam campuran. Pada 1600 SM, orang Tionghoa mengunyah dahan pohon yang harum untuk membantu menyegarkan napas.
Orang China juga menggunakan "tinta hitam pucat" yang terbuat dari permen karet dan jelaga yang dicampur dengan air untuk memutihkan gigi. Ada juga beberapa orang mencampurnya dengan mint, iris dan lada.
Baca juga: Mengapa Tuyul Bisa Leluasa Masuk Rumah? Ini Beberapa Penyebabnya
Adapun orang Arab, teknik yang paling menonjol untuk membersihkan gigi mereka adalah penggunaan tangkai pengunyah yang terbuat dari pohon arak, dan tangkai ini disebut miswak. Teknik pembersihan gigi ini terus berlanjut hingga sekarang di antara banyak umat Islam.
Sementara orang Eropa menyikat gigi dengan teknik yang lebih aneh. Penduduk Roma kuno menggunakan air seni sebagai obat kumur, yang berfungsi untuk membersihkan mulut dan memutihkan gigi. Orang Eropa terus membersihkan mulut dan gigi mereka dengan air seni hingga abad ke-18, sampai akhirnya pasta gigi digunakan secara umum.
Darah penyu juga digunakan untuk membersihkan gigi, karena dipercaya dapat membersihkan mulut dan membersihkan gigi. Campuran buah beri, daun mint, cuka atau anggur digunakan sebagai obat kumur.
Pada abad ke-15, orang China menemukan sikat gigi dengan bulu bulu binatang. Ini memengaruhi orang Eropa, yang belajar dari inovasi China bagaimana merawat gigi dengan baik. Penemuan China juga mengarahkan mereka untuk membuat sikat yang terbuat dari bulu kuda.
Ide sikat gigi tidak mudah diterima di Eropa pada awalnya. Pada awal abad ke-18, seorang dokter Prancis bernama Pierre Fauchard, yang dianggap sebagai bapak kedokteran gigi modern, meminta masyarakat untuk tidak menyikat gigi. Sebaliknya, dia menganjurkan menyikat gigi dengan tusuk gigi atau sponge yang dibasahi air atau brandy.
Namun, usahanya untuk mencegah perdagangan sikat gigi dibatalkan. Karena di abad ke-19 adalah awal munculnya alat modern untuk perawatan gigi pribadi. Sikat gigi biasa akhirnya dipatenkan pada 1857, dan pada 1892 muncul pasta gigi dalam kemasan inovatif seperti tabung.
Terlepas dari perkembangan teknik pembersihan gigi antara zaman kuno dan modern, paradoks yang dihadapi para dokter dan arkeolog adalah mereka menemukan bahwa orang-orang di masa lalu memiliki lebih sedikit kasus kerusakan gigi. Mungkin karena tidak adanya makanan dan minuman yang tinggi gula.
Sumber: arabicpost