Sabtu 03 Jun 2023 08:34 WIB

Hukum Melihat Kemaluan Istri Saat Berhubungan Intim

Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT dan sabda Nabi Muhammad.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Hubungan Suami Istri. Hukum Melihat Kemaluan Istri Saat Berhubungan Intim
Foto:

Memang ada dua riwayat hadits yang membicarakan batasan suami istri untuk melihat farji atau kemaluan (alat kelamin) pasangannya, di mana melihatnya dilarang. Pertama, larangan ini disandarkan pada hadits yang diriwayatkan ‘Aisyiah ra.:

قَالَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها: مَا رَأَيْتُ ذَلِكَ مِنْ رَسُوْلِ الله صلّى الله عليه وسلّم وَمَا رَأَى مِنِّى.

Artinya: “‘Aisyah ra. berkata: ‘Aku tidak melihat kemaluan Rasulullah begitu pula Beliau tidak melihat kemaluanku’, “.

Namun setelah dilakukan penelusuran, hadits yang disebutkan di atas tidak ditemukan jalur sanadnya. Dan jika hadis ini tidak memiliki sanad, maka hadits seperti ini dalam istilah ilmu hadis disebut dengan la asla lahu (tidak memiliki sumber asal) yang-meminjam istilah Ibn Hajar al-‘Asqolani temasuk hadis maudlu’ (palsu), sehingga ditolak sebagai hujjah.

Kedua, di dalam hadits lain juga disebutkan alasan mengapa dilarang melihat kemaluan wanita, yaitu karena dapat menyebabkan kebutaan mata, yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما أَنَّ النَّيُّ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ: لاَ يَنْظُرَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى فَرْجِ زَوْجَتِهِ وَلاَ فَرْجِ جَارِيَتِهِ إِذَا جَامَعَهَا فَإِنَّ ذَالِكَ يُورِثَ الْعَمَى.

Artinya: “Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas ra. bahwa Nabi SAW bersabda : “Janganlah salah seorang di antara kamu melihat pada kemaluan istrinya dan jangan pula (melihat) pada kemaluan budak perempuannya apabila dia menyetubuhinya, karena sesungguhnya hal itu dapat menyebabkan kebutaan.”

Hadits di atas dari segi matan tidak memiliki landasan medis, dan ternyata setelah dilakukan penelusuran dari segi sanad pun bermasalah. Ada ketidakjelasan periwayat antara Baqiyyah bin al-Walid al-Kila’i (w. 197 H) dengan Ibn Juraij (w. 150 H), dan ketidakjelasan periwayat sebelumnya yang mengindikasikan bahwa bagian periwayat hadis ini tidak dikenal dla’if.

“Kesimpulannya, karena banyaknya kelemahan pada hadits larangan melihat farji (kemaluan) pasangan sahnya, baik secara sanad maupun matan, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah (dalil),” jelas  Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement