REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Seorang murid hendaknya memiliki adab-adab dalam menuntut ilmu. Dia perlu memuliakan gurunya. Hal ini dapat dicontoh melalui perlakuan Imam Syafi’i terhadap gurunya.
Dikutip dari buku Adab dan Akhlak dalam Menuntut Ilmu oleh Yodha Ardell, Seorang murid perlu menghormati dan mengagungkan gurunya. Yakni memandang guru dengan penuh pengagungan dan meyakini kebaikan gurunya, karena hal ini memudahkan dalam mengambil manfaat dari gurunya.
Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berkata :
“Dahulu aku membuka lembaran kitab di hadapan Imam Malik dengan sangat pelan, karena menghormati Imam Malik, agar jangan sampai beliau mendengar suara kertas.”
Imam Ar Rabi’ Rahimahullah berkata :
“Demi Allah, aku tidak berani minum, sedangkan Imam Syafi’i melihat ke arahku, karena menghormati beliau.”
Ataupun ketika guru tidak ada, kita menyebut namanya dengan ungkapan yang menunjukkan kemuliaan, seperti “Syaikh atau Ustadz berkata demikian” atau yang semisalnya.
Penuntut ilmu hendaknya mematuhi gurunya di semua urusan-urusannya, berusaha mencari keridhaan gurunya dan bersungguh sungguh dalam menghormati gurunya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mematuhi gurunya. Dan hendaknya menyadari bahwa kerendahan dirinya di hadapan gurunya adalah sebuah kemuliaan, ketundukan dirinya terhadap gurunya adalah kebanggaan dan ketawadhuannya terhadap gurunya adalah ketinggian derajat.
Sampai-sampai Imam Syafi’i Rahimahullah pernah dicela karena kerendahan hatinya pada gurunya. Lalu beliau berkata pada sebuah bait syair :
“Aku merendahkan jiwaku kepada Ulama, sedangkan mereka memuliakannya. Dan jiwa yang tidak engkau rendahkan tidak akan dimuliakan.”
Dan contoh dari Nabi kita, Musa dan Khidir Alaihis Salam,
قَالَ اِنَّكَ لَنۡ تَسۡتَطِيۡعَ مَعِىَ صَبۡرًا
Dia (Khidir) menjawab: \"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.” (QS. Al-Kahfi ayat 67)
Seorang penuntut ilmu juga perlu berbicara dengan penuh sopan santun kepada Gurunya. Sebisa mungkin membaguskan gaya bicara kepada guru. Tidak menolak, bertanya berlebihan ataupun sikap lain yang bisa menghilangkan keberkahan ilmu dari sang guru. Jika ia ingin bertanya suatu pertanyaan pada gurunya, atau bertanya sebuah faedah ilmu, hendaklah dengan penuh kesopanan, kelembutan dan kesantunan.
Diriwayatkan dari sebagian Salaf :
“Siapa yang berkata kepada gurunya : “Kenapa demikian?” Maka dia tidak akan beruntung selama lamanya.”
Begitupun tidak boleh membandingkan pernyataan orang lain di hadapan gurunya seperti “Si Fulan berkata demikian” atau “Si fulan berkata hal yang bertentangan dengan itu.” atau kalimat yang semisal dengan itu.