Ahad 21 May 2023 16:51 WIB

Mengapa Islam Memandang Penting Ketahanan Keluarga?

Nilai keagamaan adalah pondasi dalam membangun ketahanan keluarga.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Seorang gadis Muslim India berpakaian peri bermain dengan keluarganya setelah berbuka puasa pada hari pertama bulan suci Ramadhan di Masjid Jama di New Delhi, India, Ahad, 3 April 2021. Mengapa Islam Memandang Penting Ketahanan Keluarga?
Foto:

Syarat Tercapainya Ketahanan Keluarga

Ustaz Roni menjelaskan, ketahanan keluarga dapat dicapai bila mampu memenuhi beberapa aspek. Pertama, kemandirian nilai, khususnya nilai-nilai agama akan mampu membentengi anggota keluarga dari perilaku hedonis atau materialistis dan bahkan ideologi radikal.

"Orang tua menjalankan fungsi sosialisasi berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Jika anak sudah memiliki pondasi nilai-nilai agama yang kuat, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh nilai-nilai menyimpang yang datang akibat teknologi dan globalisasi," jelas Ustaz Roni.

Kedua, kemandirian ekonomi baik dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Dalam Islam, seorang ayah berkewajiban untuk mencari nafkah yang halal bagi keluarganya, sebab nafkah yang haram bisa memberikan dampak yang negatif bagi anak.

Orang tua harus benar-benar menjamin bahwa makanan yang dia berikan kepada anaknya 100 persen halal. Sedikit saja tercampur dengan yang syubhat atau bahkan haram, maka anak akan merasakan akibat buruknya. Darahnya terkontaminasi, dagingnya tersusun dari zat haram maka hatinya akan tertutup dari rahmat Allah.

"Kalau terjadi seperti ini biasanya anak suka membantah nasehat orang tua, tidak taat dan patuh, terlibat narkoba, menjadi anak nakal dan sebagainya," kata Ustadz Roni

Ia mengatakan, yang ketiga, kepekaan sosial yang tinggi. Berlandaskan ketaqwaan kepada Allah, pembentukan karakter yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi akan mudah dilakukan. Dimulai dengan melatih sikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat perhatian terhadap masalah-masalah sosial, memperhatikan dan menghargai hak sesama, mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya.

"Keempat, pembinaan ketahanan keluarga yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembinaan tak hanya dicukupkan pada saat sebelum menikah atau yang dikenal dengan bimbingan pra nikah. Tapi diperlukan keseriusan dalam bentuk program peneguhan ketahanan keluarga secara berkelanjutan dan berkesinambungan agar ketahanan keluarga terjaga dalam kehidupan," kata Ustadz Roni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement