Kamis 04 May 2023 16:38 WIB

Bolehkah Cium Tangan Pemimpin? Ini Kata Ulama

Ulama menjelaskan soal cium tangan ke pemimpin.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Bolehkah Cium Tangan Pemimpin? Ini Kata Ulama. Foto:   Said Iqbal cium tangan Ganjar Pranowo.
Foto: Tangkapan Layar Twitter
Bolehkah Cium Tangan Pemimpin? Ini Kata Ulama. Foto: Said Iqbal cium tangan Ganjar Pranowo.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam tradisi masyarakat Indonesia, anak-anak dianjurkan biasanya akan mencium tangan orang tuanya saat bertemu atau pun mau bepergian. Tidak hanya itu, tradisi cium tangan ini juga sering dilakukan oleh istri kepada suaminya, murid kepada gurunya, dan anak muda kepada yang lebih tua. 

Baru-baru ini, Ketua Umum Partai Buruh, Said Iqbal juga mencium tangan Ganjar Pranowo, pemimpim nomor satu di Jawa Tengah. Momen cium tangan Said ke Ganjar itu pun beredar di lini masa Twitter. Dalam foto dan video yang beredar, Said Iqbal tampak bersalaman hingga membungkukkan kepala kepada Ganjar Pranowo. 

Baca Juga

Video dan foto tersebut diambil ketika ratusan buruh bersama presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani dan Said Iqbal bersilaturahim ke kediaman perwakilan Provinsi Jawa Tengah di Jakarta pada Senin (1/5/2023) lalu.

Namun, bagi sebagian orang, cium tangan dianggap sebagai salah satu bentuk kepatuhan dan ketundukan mutlak kepada orang yang dicium. Padahal, kepatuhan dan ketundukan mutlak seharusnya hanya untuk Allah SWT.

Lalu, bolehkan mencium tangan pemimpin? Pemimpin seperti apa yang boleh dicium? 

Mengutip artikel Pengasuh Pesantren Mahasiswa Mamba’ul Ma’arif Tulungagung, Ustaz Husnul Haq di laman NU dijelaskan bahwa ulama mazhab Hanafi dan mazhab Hanbali menegaskan, hukum mencium tangan saat bersalaman adalah mubah. 

Seorang ulama mazhab Hanafi bernama Syekh Al-Hashkafi menerangkan, 

 “Dan tidak apa-apa mencium tangan orang alim dan orang wara’ untuk tujuan mendapatkan keberkahan. Begitu pula (mencium tangan) pemimpin yang adil”. (Muhammad bin Ali Al-Hashkafi, Ad-Durrul Mukhtar Syarh Tanwirul Abshar, juz 2, h. 577).    

Hal senada juga disampaikam Syekh Al-Mushili. Ia menuturkan, “Dan tidak apa-apa mencium tangan orang alim dan pemimpin yang adil” (Abdullah bin Mahmud Al-Mushili, Al-Ikhtiyar li Ta’lilil Mukhtar, juz 1, halaman 659). 

Tidak jauh berbeda dari kedua ulama mazhab Hanafi di atas, seorang ulama mazhab Hanbali bernama Syekh Al-Bahuti menulis, 

“Maka dibolehkan mencium tangan dan kepala karena alasan keagamaan dan penghormatan, disertai rasa aman dari syahwat”  (Mansur al-Bahuti, Kasysyaful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 2, halaman 182).   

Sedangkan Ibnu Muflih menyebutkan dalam kitabnya Al-Adab Al-Syariyyah: “Adapun mencium tangan orang alim dan orang dermawan karena pemberiannya, serta pemimpin karena kekuasaannya, maka diperbolehkan” (Ibnu Muflih, Al-Adab Al-Syariyyah, juz 2, halaman 179).  

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement