REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hidup di dunia ibarat rumah kontrakan yang terdiri dari banyak pintu. Setiap pintu diisi oleh manusia yang mengontraknya. Dan ketika pemilik kontrakan ingin mengusir pengontrak karena tidak taat pembayaran, maka tidak ada yang bisa dilakukan oleh pengontrak itu, selain memohon perpanjangan waktu.
Sama seperti manusia pendosa di muka bumi. Ketika kematian mulai mendekat, ia meminta agar diberi perpanjangan waktu di dunia agar bisa kembali dengan taat kepada Allah SWT.
Sejatinya kematian adalah tebusan bagi setiap Muslim. Ini sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Kematian adalah tebusan bagi setiap Muslim." (Al Qadhi Abu Bakar bin Al-Arabi menyebut hadits ini dalam Siroj al-Maridin, dan ia berkata bahwa hadits tersebut shahih hasan)
Kematian juga merupakan tebusan atas segala rasa sakit yang dialami oleh seseorang selama menderita sakit tersebut.
Nabi SAW bersabda, "Bila seorang Muslim tertimpa musibah seperti (menderita) suatu penyakit atau lainnya, maka Allah SWT akan menghapuskan amal buruknya seperti pohon yang menggugurkan dedaunan." (HR Muslim)
Dalam kitab Al-Muwattha, disebutkan tentang riwayat dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapa yang dikehendaki Allah SWT suatu kebaikan, maka Dia akan menimpakannya suatu musibah."
Dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Aku tidak akan mengeluarkan seseorang dari dunia (mencabut nyawanya), sedangkan Aku merahmatinya, maka Aku tebuskan segala dosanya yang dia pernah lakukan dengan Aku berikan sakit di jasadnya; musibah yang menimpa keluarga/anak-anaknya; kesempitan hidup; kekurangan di dalam rezekinya sehingga semuanya tertebuskan. Tetapi jika masih tersisa daripada dosanya yang belum tertebus maka akan Aku keraskan kesakitan kematian padanya sehingga semuanya tertebuskan dan dia kembali suci seperti hari dilahirkan ibunya."