REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan agar dalam setiap perbuatan amal shaleh disertai keikhlasan. Sebab, segala amal perbuatan menjadi bernilai di mata Allah SWT jika dikerjakan dengan ikhlas. Namun apa itu ikhlas dan apa hakikat ikhlas?
Ikhlas adalah bagian dari amalan hati dan menjadi tonggak awal dalam amalan hati tersebut. Tujuan dilakukannya ikhlas adalah agar Allah SWT ridha pada apa yang dikerjakan seorang hamba dan supaya terhindar dari segala niat buruk yang bersifat keduniaan, yang dapat menodai amal shalehnya.
Karena itu, ketika seorang Muslim ikhlas, maka segala yang dilakukan dirinya adalah murni hanya untuk Allah SWT dan berorientasi akhirat. Apa yang dikerjakannya tidak tercampur dengan nafsu, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi. Seperti nafsu terhadap takhta, harta, wanita, dan popularitas karena berharap ingin dipuji orang-orang.
Ikhlas juga berarti bersih dari hasrat menyenangkan orang lain, 'menjilat', memendam kebencian, merespons kecemburuan atau kesombongan yang tersembunyi dalam dirinya.
Hakikat ikhlas adalah latar belakang yang membuat diri seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu, yang dalam hal ini adalah karena Allah SWT. Sedangkan niat dalam keikhlasan ini adalah kehendak seseorang untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan kepadanya.
Karena itu, orang beriman adalah mereka yang memiliki motif agama untuk mengalahkan atau mengendalikan segala motif syahwat di hatinya. Selain itu, orang beriman juga menyimpan motif akhirat yang mampu mengalahkan motif keduniaan, sehingga ia lebih memilih apa yang ada di sisi Allah SWT ketimbang apa yang ada pada manusia.
Dengan demikian, segala niat, ucapan, dan perbuatannya hanya karena Allah SWT. Hidup dan matinya hanya untuk Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukan maupun harta kekayaanmu, tetapi Dia memandang pada hatimu. Siapa yang memiliki hati yang baik, maka Allah menyukainya. Manusia yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertakwa." (HR Muslim dan ath-Thabrani)
Menurut sufi besar abad ketiga Hijriyah, Dzun Nun al-Mishri, ada tiga ciri ikhlas. Pertama ialah ujian dan celaan orang lain itu sama saja bagi dirinya. Kedua, tidak riya dalam beramal saat sedang melaksanakan amal tersebut. Ketiga, amal yang dilakukannya hanya mengharapkan pahala di akhirat.