REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Beberapa hari ini tersiar kabar meninggalnya sejumlah anggota keluarga di Jakarta yang diduga meninggal karena kelaparan. Terlepas bagaimana fakta sebenarnya, setiap Muslim perlu merenung untuk memahami bagaimana sikap terbaik dalam menjalani kehidupan sosial.
Ajaran Islam mencakup berbagai hal kehidupan termasuk aspek kehidupan sosial. Seorang Muslim harus selalu bahu-membahu menolong Muslim lain yang membutuhkan bantuan, terlebih kepada tetangganya yang ada di garis kemiskinan.
Ada ancaman bagi mereka yang enggan memberi pertolongan kepada tetangga yang sedang dirundung kesusahan karena faktor ekonomi. Ancaman ini termaktub dalam Alquran Surah Al-Ma'un ayat 1-7:
Allah SWT berfirman, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, yang berbuat ria, dan enggan (memberikan) bantuan."
Dalam buku tafsir Kementerian Agama terhadap ayat suci tersebut, dijelaskan, seluruh harta seorang Muslim sejatinya bukanlah milik pribadinya, melainkan milik Allah SWT. Harta hanyalah titipan dan amanah yang harus digunakan di jalan Allah SWT.
Kesuksesan yang diraih seorang Muslim hingga memperoleh banyak harta, adalah karena kehendak Allah SWT. Tanpa kehendak Allah SWT, tentu keberhasilan tidak akan menghampiri seorang hamba. Untuk itu, buang jauh-jauh sifat kikir dan sikap enggan membantu orang lain.
Sebab, di dalam harta yang diperoleh melalui berbagai bentuk daya upaya kerasnya itu, tersimpan hak bagi kaum fakir miskin, anak yatim, terutama kerabat yang sedang mengalami kesusahan sehingga perlu uluran tangan dari kerabat terdekatnya.
Allah SWT berfirman, "Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS Ar-Rum ayat 38)