Jumat 30 Sep 2022 06:38 WIB

Sudah Bayar dan Terima Barang Lewat Transaksi Online Lalu Batal, Bagaimana Hukumnya?

Transaksi melalui online berlaku hukum yang sama dengan transaksi tatap muka

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi jual beli online. Transaksi melalui online berlaku hukum yang sama dengan transaksi tatap muka
Foto:

Dalam kondisi seperti ini yakni telah terjadi transaksi maka kedua belah pihak tidak boleh membatalkan perjanjian. Kecuali dengan adanya persetujuan pihak lain. 

"Jika salah satu pihak melajukan pembatalan, maka harusnya dilakukan atas persetujuan. Jadi tidak boleh serta merta salah satu pihak membatalkan akad kecuali persetujuan lain menyetujui. Tetapi jika salah satu pihak membatalkan, misalnya di platform digital, maka harus ada sistem yang memberikan perlindungan kepada konsumen, caranya adalah hak-hak mereka itu harus dikembalikan. Jadi kalau memang uangnya sudah dikirim, segera dikembalikan. Ini harus jelas apa ke rekening e-commerce atau ke rekening si pembeli," katanya.

Ustadz Oni mengatakan bila terjadi pembatalan maka transaksinya menjadi batal (infisakh) sehingga tidak ada akad yang mengikat kedua belah pihak. 

Maka bila transaksi dibatalkan hak-hak masing-masing itu dikembalikan. Bila ada kerugian akibat pembatalan, pihak yang melakukan dan mengakibatkan kerugian harus mengganti sebesar real cost. Ini sebagaimana dijelaskan dalam   fatwa DSN MUI Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (ta’widh). 

Bila terjadi pembatalan maka  barang yang masih dalam tahap pengiriman dan uang yang sudah ditransfer itu harus dihitung ulang dan diberikan ganti rugi jika ada, sehingga semaksimal mungkin para pihak itu tidak terzalimi (diperlakukan secara adil).

Tentang mekanisme pembatalan beserta konsekuensinya, diatur dalam klausul perjanjian platform online. Dijelaskan tentang seperti apa kondisi yang memungkinkan konsumen membatalkan dan tidak boleh membatalkan. 

Ketika terjadi pembatalan, mana saja kondisi yang kerugian riilnya ditanggung oleh konsumen atau pihak penjual. Semua mekanisme tersebut merujuk pada tuntunan syariah seputar pembagian kerugian, khiyar, dan komitmen dengan perjanjian serta merujuk pada asas pemenuhan hak kedua belah pihak semaksimal mungkin serta perlindungan konsumen.

 

"Dibuat klausul dari awal bahwa kalau barangnya tidak ada, tidak tersedia, ada klausul di awal (uangnya konsumen) dikembalikan ke mana. Dan kalau ada kerugian harus dibuat parameter kerugian riil yang harus dikompensasi tersebut," katanya.      

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement