Senin 01 Aug 2022 19:24 WIB

4 Jenis Pernikahan yang Dilarang Islam, Ini Penjelasannya Menurut Ibnu Rusyd

Pernikahan merupakan ikatan suci yang sangat dimuliakan Allah SWT

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pernikahan (ilustrasi). Pernikahan merupakan ikatan suci yang sangat dimuliakan Allah SWT
Foto:

Adapun nikah mutah, sebagian besar sahabat Nabi Muhammad SAW dan semua ulama di kota-kota besar mengharamkan nikah mutah. Tetapi ada riwayat terkenal dari Ibnu Abbas yang menghalalkannya.

Dan pendapat Ibnu Abbas ini diikuti para pengikutnya di Makkah dan di Yaman. Namun tentu saja, berdasarkan hasil kesepakatan ulama, mayoritasnya menyatakan bahwa nikah mutah adalah haram.  

Kemudian, nikah yang diharamkan adalah meminang atas pinangan orang lain. Perihal pernikahan ini, setidaknya terdapat tiga pendapat terkaitnya. Pertama, bahwa pernikahannya batal.

Kedua, pernikahannya tidak batal. Ketiga, pernikahannya dibedakan apakah pinangan yang kedua dilakukan sesudah adanya kecenderungan dan mendekati pemufakatan atau tidak. Inilah pendapat dari Imam Malik. 

Sedangkan nikah terakhir yang diharamkan adalah nikah muhallil. Yakni pernikahan yang dimaksudkan untuk menghalalkan mantan istri yang telah ditalak ba'in, menurut Imam Malik ini adalah nikah yang batal tetapi menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii, nikah ini adalah nikah yang sah.  

Menurut sebagian besar ulama, nikah muhallil (suami atau istri yang meminta seorang laki-laki atau wanita menikahi mantan suami atau istrinya terdahulu yang telah dicerai untuk menghalalkannya kembali dengannya) hukumnya adalah haram dan batal. Di antara mereka adalah Al Hasan, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Imam Malik, Al Laits, Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak, dan Imam Syafii. 

Contohnya adalah seperti kalimat: "Saya nikahkan kamu sampai dia digauli" atau dengan mensyaratkan: "Jika ia sudah halal, maka pernikahan kalian batal" atau dengan mengatakan: "Jika ia sudah halal untuk mantan suaminya, maka ceraikan ia." 

Menurut pendapat yang dikutip dari Imam Abu Hanifah, nikahnya dapat sah namun syaratnya batal. Sedangkan menurut Imam Syafii, untuk contoh yang pertama tadi hukumnya tidak sah.  

Dan untuk contoh yang kedua dan ketiga, ada dua versi pendapat. Di antara yang membolehkan nikah tahlil (menyewa laki-laki atau wanita untuk menikahi mantan suami atau istri terdahulu yang telah dicerai agar bisa kembali hidup bersama) tanpa syarat ialah Abu Tsaur, beberapa ulama dari Madzhab Hanafi, Al Muayyad Billah, dan ulama-ulama Madzhab Al Hadi. Kata mereka, hadits-hadits yang melarang tadi kalau memang ada syarat bahwa itu adalah nikah tahlil.  

 

Sedangkan Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa menurut riwayat shahih dari Atha tentang menikahi seorang wanita yang muhallal (yang diminta menikah dengan mantan suami untuk menghalalkannya kembali dengan istrinya yang sekarang yang dulunya telah bercerai dengannya) kemudian dia suka padanya sehigga tetap mempertahankannya sebagai istri, maka hal itu tidak apa-apa. Menurut Asy-Syu'bi, tidak apa-apa nikah tahlil asal bukan pihak suami yang menyuruhnya.              

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement