Oleh A Syalaby Ichsan, dari Makkah Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH – Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan 1 Dzulhijjah 1443 H bertepatan pada Kamis, 1 Juni 2022. Keputusan dari hasil rukyatul hilal ini menjadikan momentum puncak haji atau 9 Dzulhijjah akan terjadi pada Jumat, 8 Juni 2022.
Wukuf di Padang Arafah yang menjadi inti ibadah haji pun kian istimewa karena bertepatan dengan hari Jumat. Wukuf pada hari Jumat yang notebene disebut sebagai Sayyidul Ayyam (Penghulu Hari) kerap disebut sebagai haji akbar.
Bagaimana sebenarnya muasal istilah haji akbar ini dilakukan? Pelaksana Seksi Bimbingan dan Ibadah PPIH Arab Saudi, Prof Aswadi, menjelaskan, momentum haji akbar dikenal dalam QS At Taubah ayat 3.
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهُ ۚ فَإِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. “ (QS At Taubah ayat 3).
Guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya Prof Aswadi itu menjelaskan, ayat tersebut dilatarbelakangi kebijakan Rasulullah SAW untuk membersihkan Masjidil Haram dari kaum musyrikin usai Fathu Makkah.
Setahun setelah itu, Beliau SAW menugaskan para sahabat agar kaum musyrikin tidak boleh lagi berhaji dengan tenggat waktu empat bulan. Rasulullah SAW mengutus Abu Bakar As-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum untuk merealisasikan misi tersebut.
“Misi utama pada tahun ke-9 setelah hijrah itu membersihkan orang-orang syirik itu tidak boleh berhaji di tahun yang akan datang dan itu diberi waktu interval empat bulan,” ujar dia di Kantor Daker Makkah, Makkah, Jumat (1/7).
Pada masa jahiliyah, Prof Aswadi menjelaskan, kaum musyrikin kerap bertawaf dalam kondisi telanjang. Mereka pun masih mempraktikkan perilaku musyrik di area Ka’bah.
Adanya perintah Allah SWT dalam QS At Taubah ayat 3 tersebut membuat Rasulullah SAW mengirim para sahabat untuk mengultimatum kaum musyrikin jika mereka tak bisa lagi melakukan tawaf dengan telanjang. “Haji tahun depan tidak diperkenanakan bagi orang yang musyrikin apalagi melakukan tawaf dalam kondisi telanjang. Karena apa inilah kemudian disebut haji akbar,” jelas dia.
Sebenarnya, ujar Prof Aswadi, kaum Muslimin juga pernah dilarang untuk berhaji setelah adanya Perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-6 setelah hijrah.
Rasulullah SAW yang memimpin delegasi kaum Muslimin untuk berhaji ketika itu. Akan tetapi, kaum musyrikin keberatan sehingga mereka menginisiasi suatu kesepakatan yang dinamakan Perjanjian Hudaibiyah. Salah satu isinya, kaum Muslimin baru bisa berhaji pada tahun ke-10 setelah perjanjian diteken.
“Akan tetapi orang Quraisy itu senantiasa melakukan intervensi dan pengusiran terhadap orang-orang Islam karena itu kemudian datanglah masyarakat Makkah-Madinah menaruh simpati terhadap perjuangan nabi,” ujar dia.
Dia menjelaskan, haji akbar sebenarnya bukan hanya sebatas wukuf pada hari Jumat. Kalaupun wukuf ternyata Sabtu juga disebut sebagai haji akbar.
Alasannya, ujar dia, masih ada rangkaian prosesi haji setelah wukuf yakni Muzdalifah dan Mina.
“Mabit di MIna bahkan melempar jumrah aqabah bahkan nanti ada nafar awal dan tsani lalu tawaf ifada sampai tahalul. Berarti rampungnya pelaksanaan haji ibadah itu termasuk haji akbar,”ujar dia.
Menurut dia, wukuf pada haji akbar merupakan momentum istimewa. Jamaah diharapkan bisa menanamkan tekad agar meninggalkan semua hal buruk dalam dirinya. Dia pun bisa menumbuhkembangkan nilai-nilai kebaikan.