Senin 06 Jun 2022 22:10 WIB

Menyembelih Hewan, dari Leher Bagian Mana yang Sesuai Syariat? 

Para ulama fikih menetapkan ketentuan mengenai cara penyembelihan hewan kurban.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Agung Sasongko
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung memeriksa kesehatan hewan sapi di salah satu lokasi penjulan hewan kurban di Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung memeriksa kesehatan hewan sapi di salah satu lokasi penjulan hewan kurban di Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama fikih menetapkan ketentuan mengenai cara penyembelihan yang sesuai dengan syariat. Di antaranya adalah menyembelih hewan di leher, namun di leher bagian mana tepatnya? 

Apakah memotong pangkal tenggorokan hewan merupakan syarat menyembelih atau tidak? Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini. 

Baca Juga

Ulama-ulama yang menganggapnya sebagai syarat, mereka mewajibkan untuk memotong pangkal tenggorokannya. Jika yang dipotong lebih dekat ke badan atau tidak tepat pada pangkal tenggorokan, berarti pangkal tenggorokannya belum putus alias masih utuh. 

Padahal, syaratnya wajib dipotong. Dan kalau yang dipotong tidak sampai ke pangkal tenggorokan, berarti binatang yang disembelih tidak boleh dimakan. Sementara ulama-ulama yang menganggapnya bukan syarat, mereka mengatakan bahwa yang dipotong boleh yang tidak tepat pada pangkal tenggorokan. Sehingga binatang tersebut boleh dimakan. 

Sembelih dari leher bagian belakang atau tengkuk? 

Menurut Said bin Al-Musayyab, Ibnu Syihab, dan ulama-ulama lain, hal itu tidak boleh. Sementara menurut Imam Syafii, Imam Abu Hanifah, Ishaq, dan Abu Tsaur memperbolehkannya. Demikian pula pendapat yang dikutip dari Ibnu Umar, Ali, dan Imran bin Hashin. 

Katanya, memotong dari bagian depan leher sama dengan memotong dari tengkuk. Hal itu boleh dengan syarat asalkan mata pisau menembus ke kerongkongan dan saluran makan. Tetapi menurut Imam Malik dan Dawud, hal demikian tidak boleh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement