Sabtu 14 May 2022 06:17 WIB

Meninggal dalam Keadaan Punya Utang Puasa, Perlukah Keluarga Melunasinya?

Orang yang dilunasi utang puasa adalah yang punya kesempatan melunasi tapi wafat.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Berpuasa. Meninggal dalam Keadaan Punya Utang Puasa, Perlukah Keluarga Melunasinya?
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika ada kerabat yang meninggal dunia lantas memiliki utang puasa, apa yang perlu dilakukan oleh keluarganya? Perlukah mengganti puasa atau membayarkan fidyah?

Dikutip dari buku Fikih Bulan Syawal oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang meninggal dunia lantas masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya (walau bukan ahli waris) yang memuasakan dirinya.” (HR. Bukhari, no. 1952 dan Muslim, no. 1147).

Baca Juga

Begitu pula hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ada seseorang pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qadha’ puasanya atas nama dirinya?” Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?” “Iya”, jawabnya. Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Bukhari, no. 1953 dan Muslim, no. 1148).”

Pembahasan di atas adalah bagi orang yang tidak puasa karena ada uzur (seperti sakit) lalu ia masih punya kemampuan dan memiliki waktu untuk mengqadha’ ketika uzurnya tersebut hilang sebelum meninggal dunia. Sedangkan bagi yang tidak berpuasa karena uzur lantas tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utang puasanya dan ia meninggal dunia sebelum hilangnya uzur atau ia meninggal dunia setelahnya, tetapi tidak memiliki waktu untuk mengqadha’ puasanya, maka tidak ada qadha’ baginya, tidak ada fidyah, dan tidak ada dosa untuknya. Demikian keterangan dari Syaikh Musthafa Al-Bugha yang penulis sarikan dari At-Tadzhib fii Adillah Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib.

Intinya, orang yang dilunasi utang puasanya adalah orang yang masih memiliki kesempatan untuk melunasi qadha’ puasanya, tetapi telanjur meninggal dunia. Sedangkan orang yang tidak memiliki kesempatan mengqadha’ lalu meninggal dunia, maka tidak ada perintah qadha’ bagi ahli waris, tidak ada kewajiban fidyah, dan juga tidak ada dosa.

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan pula, “Barang siapa masih memiliki utang puasa Ramadhan, ia belum sempat melunasinya lantas meninggal dunia, maka perlu dirinci. Jika ia menunda utang puasanya karena ada uzur lantas ia meninggal dunia sebelum memiliki kesempatan untuk melunasinya, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa. Karena ini adalah kewajiban yang tidak ada kesempatan untuk melakukannya hingga meninggal dunia, maka kewajiban itu gugur sebagaimana dalam haji. Sedangkan jika uzurnya hilang dan masih memiliki kesempatan untuk melunasi, tetapi tidak juga dilunasi hingga meninggal dunia, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin, di mana satu hari tidak puasa memberi makan dengan satu mud.” (Al-Majmu’).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement