REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Manusia terkadang berada dalam kondisi yang sangat sulit. Bahkan, para nabi pun pernah berada dalam keadaan sulit, seperti halnya saat Nabi Musa dan Harun ‘alaihimassalam, diberi tugas untuk berdakwah di bawah kekuasaan Raja Firaun.
Dalam artikelnya di laman aboutislam, Raiiq Ridwan menjelaskan, Nabi Musa dan saudaranya Harun diberi tugas yang paling sulit untuk berdakwah kepada Firaun. Namun, Allah SWT berpesan agar tidak sampai lelah selalu berdzikir atau mengingat-Nya.
اِذْهَبْ اَنْتَ وَاَخُوْكَ بِاٰيٰتِيْ وَلَا تَنِيَا فِيْ ذِكْرِيْۚ Artinya: “Pergilah engkau beserta saudaramu dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan)-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai mengingat-Ku.” (QS Thaha [20]: 42)
Dalam bab yang sama, Nabi Musa juga mengadukan ketakutannya dengan Allah SWT. Dia takut akan dibunuh dan dengan demikian pesan dakwahnya tidak akan tersampaikan dengan benar.
Namun, Allah SWT juga berpesan kepada nabinya agar memperbanyak dzikir.
Setelah melakukan percakapan dengan Firaun, Nabi Musa sama sekali tidak takut, bahkan dia semakin berani.
“Ini adalah contoh fakta bahwa mengingat Allah (dzikrullah) membuat Nabi Musa kuat dan mampu mengatasi ketakutannya. Itu membantunya mengatasi kekhawatirannya dan melakukan pekerjaan dengan baik,” kata Ridwan.
Di antara berbagai dzikir yang sering dibacakan adalah hauqalah لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ “la hawla wa laa quwwata illa billah”. Kalimat tersebut berarti bahwa “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang Mahatinggi lagi Maha-agung.”
“Ini adalah salah satu ucapan yang menunjukkan kepada kita bahwa pada akhirnya, dunia dan segala isinya ada di tangan Allah SWT. Dia memiliki otoritas tertinggi. Dia memiliki otoritas untuk mengubah kemalangan kita menjadi berkat, untuk mengubah ketakutan kita menjadi kekuatan kita dan untuk membantu kita menguasai iblis batiniah kita,” jelas Ridwan.