REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setelah kalah dalam Perang Badar Kubra, kaum Quraisy menantang kembali umat Islam dengan mengerahkan kavaleri terkuat mereka dalam Perang Uhud.
Namun, dalam perang ini beberapa pemanah Muslim tidak menaati Nabi Muhammad SAW karena tergiur harta rampasan, sehingga memungkinkan kaum Quriasy untuk melakukan serangan.
Banyak korban Muslim yang berjatuhan, dan orang Quraisy merencanakan satu langkah terakhir untuk menghabisi umat Islam untuk selamanya.
Dalam tulisannya di laman aboutislam, Raiiq Ridwan menjelaskan, pada saat inilah banyak orang munafik Madinah justru takut akan nyawa mereka. Ketakutan mereka telah direkam dalam Alquran. Allah SWT berfirman:
اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” (QS Ali Imran [3] 173).
Ketika pasukan Muslim menunggu kedatangan pasukan musyrik di Badar, memang sempat tersiar kabar dari orang-orang Bani Abdul Qais yang menyatakan Abu Sufyan telah mengerahkan pasukan besar menuju Badar. Rupanya berita itu sengaja disebarkan kaum musyrik untuk menakut-nakuti pasukan Muslim.
Namun, Menurut Raiiq Ridwan, yang paling menakjubkan adalah Allah SWT berfirman bahwa itu justru meningkatkan iman umat Islam.
“Pada saat iman mereka pasti goyah, ketika tersiar kabar bahwa Nabi SAW mungkin telah meninggal, dan sekelompok dari antara mereka melarikan diri, Allah berfirman bahwa kata-kata orang munafik benar-benar meningkatkan mereka dalam keimanan,” jelas Ridwan.
Dalam literatur sejarah Islam, peristiwa itu disebut dengan Badar Shughra atau Perang Badar kecil. Lalu bagaimana itu bisa terjadi? Apa yang menguatkan hati umat Islam dalam perang ini?
Menurut Ridwan, jawabannya sulit, tetapi intinya terletak pada kenyataan bahwa para sahabat termasuk orang-orang yang menyempurnakan “ihsan”. Secara linguistik, ihsan biasanya digunakan untuk mendefinisikan keunggulan atau kesempurnaan.
Ihsan dalam ibadah sudah ditegaskan Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari. Dalam hadits tersebut, ketika Nabi Muhammad ditanya oleh Malaikat Jibril tentang ihsan, Nabi SAW menjawab:
أن تعبدَ اللهَ كأنك تراه، فإن لم تكنْ تراه فإنه يراك “Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”.
Baca juga: Tentara Israel Paksa Diplomat Muslim Taiwan Baca Alquran
Penyembahan kepada Allah SWT dengan kesadaran penuh dan dengan perasaan bahwa Allah SWT mengawasi, dan bahwa Dia memberi pahala untuk kebaikan dan menghukum untuk kejahatan adalah salah satu faktor terbesar untuk perubahan.
“Bahkan penelitian barat cenderung menunjukkan bahwa orang-orang beragama cenderung lebih tangguh dalam hidupnya, dan lebih mungkin untuk mengatasi tantangan dan kesulitan,” jelas Ridwan.