Jumat 11 Mar 2022 01:25 WIB

Menelusuri Jejak Islam di Wilayah Kutub Utara

Salah satu adaptasi yang paling rumit adalah adaptasi Islam ke Kutub Utara.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Kutub Utara

Di dunia kontemporer, umat Islam di Kutub Utara harus menavigasi masalah global termasuk skeptisisme migran, perpecahan etnis, ekstremisme agama, dan sekuritisasi. Namun, Islam Arktik mempertahankan kekhasan pentingnya karena terdapat tantangan unik yang ditimbulkan oleh kondisi iklim dan matahari.

Umat Islam diwajibkan untuk memenuhi lima rukun Islam. Dua dari pilar ini dipengaruhi oleh lokasi latitudinal praktis. Yang pertama adalah puasa di bulan Ramadhan. Menurut Alquran, umat Islam harus berpuasa dari fajar hingga matahari terbenam selama Ramadhan. Rukun Islam kedua yang relevan adalah sholat lima waktu yaitu Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.

Maghrib dan 'Isya dilakukan masing-masing saat matahari terbenam dan senja. Puasa Ramadhan dan sholat 5 waktu dikembangkan di tanah air Islam di Semenanjung Arab. Dengan demikian, waktu kegiatan tersebut didasarkan pada perilaku matahari di wilayah itu. Namun, di Kutub Utara, kondisinya sangat berbeda. Di lintang yang sangat tinggi, siang atau malam 24 jam terjadi, menghilangkan konteks matahari untuk puasa atau sholat 5 waktu.

"Di lintang yang lebih rendah, waktu sholat akan terpengaruh dan lamanya puasa Ramadhan akan jauh lebih banyak atau jauh lebih sedikit daripada yang semula dimaksudkan. Muslim, baik ulama dan praktisi awam, telah bergulat dengan efek lintang pada praktik Islam selama beberapa abad," paparnya.

photo
Penjelajah muslim dari zaman keemasan. (ilustrasi) - (republika)

Pada tahun 921, Ibnu Fadlan, seorang utusan yang dikirim oleh Khalifah pada Era Abbasiyah, berangkat dari Baghdad menuju tanah Volga Bulghars (terletak di dekat Kazan, Rusia). Pemimpin Volga Bulghar masuk Islam dan meminta bantuan dari Khalifah dalam pengajaran Islam dan pembangunan masjid dan benteng.

Ibnu Fadlan dipilih menjadi penasihat agama Bulghar. Ibnu Fadlan menulis bahwa di tanah Bulghar, hari-hari sangat panjang dan terus begitu untuk bagian tertentu dalam setahun serta waktu malam yang pendek. Kemudian malam bertambah panjang dan siang bertambah pendek. Ibnu Fadlan sangat menyadari kesulitan menyesuaikan diri dengan praktik Islam di dataran tinggi seperti itu, terutama mengingat kebaruan agama di Bulghar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement