REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketika seseorang meninggalkan kewajiban ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, maka ada konsekuensi yang harus dilakukan.
Konsekuensi tersebut adalah risiko yang harus ditanggung karena meninggalkan kewajiban puasa Ramadhan.
Ada tiga macam bentuk konsekuensinya, di antaranya melakukan qadha atau mengganti puasa Ramadhan yang batal di hari lain, membayar fidyah atau memberi makan fakir miskin, dan membayar kaffarah atau denda.
Salah satu dari tiga macam konsekuensi ini wajib dikerjakan, bergantung pada alasan seseorang mengapa batal puasa Ramadhan.
Ustadzah Maharati Marfuah Lc dalam bukunya berjudul Qadha dan Fidyah Puasa menjelaskan, tidak semua orang diwajibkan melakukan qadha. Hanya orang-orang tertentu saja yang diwajibkan melakukan qadha.
"Mereka yang diwajibkan qadha adalah para wanita yang mendapat haid dan nifas, orang yang sakit, orang yang dalam perjalanan, wanita yang menyusui dan hamil, serta orang yang mengalami batal puasa," kata Ustazah Maharati dalam bukunya yang diterbitkan Rumah Fiqih Publishing.
Para ulama sepakat bahwa masa yang telah ditetapkan untuk melakukan qadha adalah setelah bulan Ramadhan sampai bertemu lagi Ramadhan tahun depan. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (QS Al Baqarah ayat 185)
Ustadzah Maharati menerangkan, jumhur ulama tidak mewajibkan dalam melakukan qadha harus berturut-turut, karena tidak ada nash yang menyebutkan keharusan itu. Namun, Mazhab Zahiri dan Al-Hasan Al-Bashri mensyaratkan melakukan qadha dengan berturut-turut.
"Dalilnya adalah hadits Aisyah yang menyebutkan bahwa ayat Alquran dulu memerintahkan untuk melakukan qadha secara berturut-turut," ujar Ustadzah Maharati.
Lain halnya menurut jumhur ulama, kata-kata 'berturut-turut' telah dimansukh hingga tidak berlaku lagi hukumnya. Namun bila mampu melakukan qadha secara berturut-turut hukumnya mustahab menurut sebagian ulama.