REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran menegaskan bahwa pernikahan, berkeluarga dan mempunyai keturunan adalah hal yang wajar serta sunatullah. Oleh karena itu, Nabi dan Rasul di masa lalu juga berkeluarga dan memiliki keturunan. Hal ini dijelaskan dalam tafsir Surah Ar-Ra'd Ayat 38.
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗلِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu bukti (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada Kitab (tertentu). (QS Ar-Ra'd: 38)
Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, pada ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad SAW dan mereka beristri dan berketurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan berkeluarga dan berketurunan adalah hal yang wajar dan merupakan sunatullah bagi makhluk-Nya yang hidup di muka bumi ini.
Sunatullah ini juga berlaku bagi para Nabi dan Rasul-Nya. Hidup berkeluarga tidak boleh dianggap sebagai penghalang dalam perjuangan, baik demi kemajuan pribadi, masyarakat, maupun bangsa. Bahkan pernikahan menurut ajaran Islam, selain bertujuan untuk melanjut-kan keturunan, juga berfungsi memberikan ketenangan, ketenteraman, dan kestabilan hidup.
Pernikahan juga mempererat silaturrahim antara keluarga-keluarga yang bersangkutan dan dapat menjadi sarana dakwah Islamiyah, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Karena hidup berkeluarga adalah suatu yang wajar dan merupakan sunatullah, maka manusia tidak boleh menentangnya.