REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sudah menjadi pengetahuan umum yang sedemikian jelas bahwa perpecahan, permusuhan atau konflik di antara umat Islam selalu menjadi pintu masuk bagi orang luar untuk memperlemah dan memporak-porandakan keadaan. Sayangnya, kebencian di antara mazhab, kelompok atau golongan di internal umat Islam sendiri sampai sekarang masih belum bisa disingkirkan.
Ulama dan pemikir asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi telah banyak mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan manusia. Di antara pelajaran yang dia peroleh dari kehidupan sosial manusia sepanjang hidupnya adalah tentang permusuhan yang tidak memberikan manfaat sama sekali.
"Hasil dari berbagai penelitianku adalah bahwa hal yang paling layak untuk dicintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak untuk dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri," ujar Nursi dikutip dari buku berjudul “Khutbah Syamiyah: Manifesto Kebangkitan Umat Islam" terbitan Risalah Nur Press.
Dengan kata lain, lanjut Nursi, sifat cinta yang memberikan rasa aman dan mewujudkan kebahagiaan dalam kehidupan sosial manusia adalah yang paling layak untuk dicintai. Sebaliknya, kata dia, permusuhan dan kebencian yang menjungkirbalikkan kehidupan sosial adalah sifat buruk dan berbahaya yang paling layak untuk dimusuhi dan dijauhi.
"Hakikat ini telah kami jelaskan dalam Surat Kedua Puluh Dua (Risalah Ukhuwah)," kata Nursi.
Nursi menuturkan, masa permusuhan dan pertikaian telah berakhir. Perang Dunia Pertama dan Kedua telah memperlihatkan betapa besar kezhaliman dan kehancuran akibat permusuhan. "Jelas bahwa permusuhan tidak memberikan manfaat sama sekali. Maka dari itu, keburukan dan kesalahan musuh tidak semestinya membuat kita memusuhi mereka selama tidak melampaui batas. Cukuplah bagi mereka azab Ilahi dan api neraka," jelas dia.
Menurut Nursi, kesombongan manusia dan kecintaan terhadap diri terkadang secara zalim dan tanpa sadar mengantarnya kepada sikap memusuhi saudara seiman sehingga seseorang menganggap dirinya benar.
Padahal, menurut dia, sikap permusuhan seperti ini termasuk sikap meremehkan sejumlah ikatan dan sebab yang menyatukan antar sesama mukmin seperti ikatan keimanan, keislaman dan kemanusiaan.
"Hal tersebut menyerupai sikap bodoh orang yang mengedepankan faktor-faktor permusuhan yang sepele, seperti kerikil, ketimbang faktor-faktor cinta dan kasih sayang yang sebesar gunung yang kokoh," kata Nursi.
Risalah berbahasa Arab ini disampaikan Said Nursi saat berkhutbah di Masjid Jami Umawi di Damaskus sekitar 40 tahun yang lalu. Hal itu untuk memenuhi permintaan para ulama di sana. Jumlah mereka yang mendengarkan khutbah Nursi saat itu mendekati angka 10 ribu orang, dan tidak kurang dari 100 tokoh ulama Damaskus termasuk di dalamnya.