REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada pertengahan abad kelima Hijriyah, Abbasiyah mulai keluar dari kemelut politik. Kekhalifahan itu kembali dikendalikan kaum Sunni setelah Muhammad Tughril berhasil merebut Baghdad dari tangan Bani Buwaihi pada 1055 M.Sosok berdarah Turki Oghuz itu lantas mendirikan Dinasti Seljuk yang berpusat di Nishapur.
Sepeninggalan Tughril dan perdana menterinya, al-Kunduri, Bani Seljuk dipimpin Alp Arselan. Dalam menjalankan pemerintahan, ia dibantu sang wazir yang bernama Nizham al-Mulk. Kedua tokoh tersebut kemudian merangkul semua kalangan Ahlussunah waljamaah.
Barangkali, jasa terbesar Arselan dan Nizham ialah pendirian jaringan universitas di berbagai kota Abbasiyah. Sistem institusi pendidikan tinggi itu dinamakan sebagai Madrasah Nizhamiyah. Itu jelas mengambil dari nama sang perdana menteri Seljuk.
Ada dua pendapat mengenai awal mula lembaga tersebut. Abdul Mukti dalam Konstruksi Pendidikan Islam(2007) menukil pendapat sejarawan Naji Ma'ruf dan Edwar G Browne, madrasah Nizhamiyah pertama yang didirikan berlokasi di Nishapur pada 450 H/1058 M. Waktu itu, Arselan masih menjabat sebagai gubernur Khurasan.
Opini yang berbeda disampaikan Ahmad Syalabi dalam Tarikh at-Tarbiyah al-Islamiyah.Menurut dia, madrasah Nizhamiyah yang mula-mula dibangun terdapat di Baghdad pada 459 H/1067 M.
Agaknya, keterangan yang disajikan Abd Mukti dalam disertasinya itu lebih kuat. Sebab, pendirian Madrasah Nizhamiyah Nishapur tidak terlepas dari konteks tumbangnya rezim Tughril dan al-Kunduri.Saat keduanya masih berkuasa, para pengikut pemikiran Asy'ari dan Syafii menjadi musuh negara.
Barulah sesudah Arselan berkuasa, semua elemen aswaja diterima dengan tangan terbuka oleh Bani Seljuk. Bahkan, Nizham al-Mulk disebut-sebut mendirikan kampus Nizhamiyah di Nishapur untuk al-Juwaini.