Islam menempatkan akal budi manusia pada kedudukan yang sangat tinggi karena akal itulah yang membantu kita berpikir, beribadah, dan merenung. Dalam Islam, umat Islam dimintai pertanggungjawaban karena mereka memiliki kemampuan akal.
Allah SWT berfirman, "...Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!" (QS Al-Baqarah ayat 197)
"Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Alquran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yusuf ayat 111)
Semua ayat ini menunjukkan bagaimana Islam memandang kecerdasan manusia dan menganggapnya sebagai titik acuan untuk beberapa situasi. Untuk melindungi kemampuan akal, Islam melarang mengonsumsi alkohol dan narkotika. Namun, perlu dicatat bahwa akal manusia memiliki keterbatasan.
Ada hal-hal tertentu yang melampaui kapasitas akal manusia. Untuk memahami masalah-masalah seperti itu, Islam memberikan ruang kepada wahyu ilahi untuk membebaskan akal manusia dari segala upaya yang dapat menyesatkannya. Muslim meyakini bahwa setelah kematian orang akan ditanyai di dalam kubur. Perincian tentang apa yang terjadi setelah kematian ada di dalam Alquran dan Hadits.
Memahami sifat pertanyaan tersebut melampaui akal manusiawi kita. Ini sama dengan mempercayai fenomena ilmiah meskipun kita tidak memahami sifat sebenarnya dari fenomena ini. Di sinilah keseimbangan Islam menyerang antara akal dan wahyu.
Sumber: https://aboutislam.net/counseling/ask-about-islam/islam-logical-religion/