REPUBLIKA.CO.ID, —Banyak orang pada masa kini, terutama yang awam terhadap sejarah ilmu dan pemikiran Barat, dengan mudah terpancing pada anggapan berikut.
Bahwa Barat maju karena mengikuti pemikiran Ibnu Rusyd, sedangkan Islam mundur sejak mengekor pada Al Ghazali. Akademisi Unida Gontor Dr Syamsuddin Arif dalam artikelnya, Ibnu Rusyd dan Kemajuan Barat, menegaskan kesimpulan seperti itu terlalu simplistis.
Sebab, pelbagai kajian historis justru menunjuk kan, kemajuan Barat dalam bidang sains dan teknologi tidak berkaitan dengan Ibnu Rusyd-isme atau Averroisme.
Lebih lanjut, akademisi yang pernah berguru pada filsuf Melayu Syed Muhammad Naquib al-Attas itu menerangkan sekurang-kurang nya tiga persoalan. Ketiganya, setelah di kritik, mengungkapkan, tuduhan bahwa Ibnu Rusyd sebagai ilmuwan liberal sangat tidak beralasan.
Pertama, soal bahwa bangsa-bangsa Eropa maju sains dan teknologinya karena menganut Averroisme. Berkaca pada sejarah, laju girah intelektual Eropa sering dikaitkan pada revolusi sains yang dimotori, antara lain teori Copernicus atau perjuangan Galileo Galilei.
Teori tersebut menyanggah geosentrisme dan mendukung heliosentrisme atau matahari sebagai pusat semesta (tata surya). Adapun sang ilmuwan Italia telah melakukan eksperimen monumentalnya di Menara Pisa.
Dalam percobaan itu, Galileo berhasil membuktikan bahwa teori gerak Aristoteles adalah salah. Sementara itu, Ibnu Rusyd dalam pelbagai tulisannya kerap mendukung pemikiran Aristoteles, termasuk dalam bidang fisika.
Bahkan, Renan sendiri mengakui, kesetiaan Averroes pada paradigma sains Aristotelian-yang cenderung (sangat) deduktif dan deterministik-justru bisa dipandang menghambat kemajuan sains modern.
Kedua, soal bahwa Ibnu Rusyd mengajarkan ke benaran ganda (veritas duplex). Syamsuddin me ngatakan, tidak jelas siapa yang pertama kali me lontarkan tudingan itu. Kuat dugaan, para cendekiawan Eropa pada Abad Pertengahan salah dalam memahami tulisan-tulisan Ibnu Rusyd. Kesalahan itu didorong oleh semangat mereka yang memperhadapkan sains dengan otoritas agama (Gereja).
Padahal, Ibnu Rusyd selalu menekankan bahwa kebenaran adalah tunggal. Memang, cara manusia dalam mencapai kebenaran bisa ber beda- beda, sesuai dengan taraf intelek masing-masing.