REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karena sultan adalah penguasa kerajaan Ottoman, pusat pemerintahan selalu berada di mana ia berada. Ini berarti sistem terbaik untuk istana, tetapi ketika ia meninggalkan tempat tinggalnya, pemerintahan akan mengikuti.
Sebelum Selim II (1566-74) naik takhta, absensinya dari takhta sering kali terjadi karena sultan sering memimpin ekspedisi militer secara langsung, dan sering kali absen dari ibu kota selama masa gerakan. Ketika ini terjadi, beberapa menteri sultan akan memantau gerakan.
Demikian juga para bendahara yang membayar upah dan membuat pembelian, dan para juru tulis dengan catatan keuangan maupun catatan-catatan lainnya, misalnya, kematian dalam peperangan dan penunjukan baru untuk menggantikan mereka. Sultan-sultan pada masa awal sangat aktif.
Ibnu Battuta pada tahun 1333 menggambarkan Orhan (1324-62) yang memiliki "hampir seratus benteng yang ia kunjungi secara terus-menerus dan membenahinya". Pada abad berikutnya, para sultan menjadi mempunyai waktu luang lebih banyak daripada di masa Orhan.
Namun, seorang analis yang mengumpulkan kronologi pemerintahan Murad II (1421-51) masih mencatat sultan selama musim panas pergi dalam gerakan perang, tinggal di ibu kotanya, Edirne, atau pergi ke peristirahatan musim panas. Mehmed II (1451-81) tampaknya melanjutkan cara menghabiskan waktunya di padang rumput di ketinggian, setidaknya untuk menghindar dari epidemi campak yang menyerang Istanbul.