REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Namun, rupanya Zainab sudah tak lagi bisa menyembunyikan kebenciannya pada Zaid. Sehingga suatu waktu, dia bersikap luhur kepadanya, bahkan berani menyebut-nyebut nasab Nabi saw. yang bersambung dengan dirinya.
Begitu pun Zaid sudah tak tahan lagi menerima kesombongan istrinya. Dia sudah putus asa bisa hidup tenang bersamanya. Kecil harapan Zainab bisa tahan lagi dengan dirinya, apalagi sampai memberikan kepuasan hidup kepadanya.
Bahkan Zaid sampai beberapa kali mengadu kepada Nabi saw., hingga suatu waktu dia berkata, "Wahai Rasul, aku benar-benar ingin menceraikan Zainab." Ditanya oleh Rasulullah saw., "Apa engkau menemukan sesuatu yang kurang baik darinya?" Dia menjawab, "Demi Allah, tidak. Aku tidak melihat sesuatu yang tidak baik darinya. Aku tak melihat apa pun padanya kecuali kebaikan. Hanya saja dia sudah bersikap tinggi kepadaku. Dia sudah berlaku sombong. Lisan sombongnya itu yang membuatku terluka."
"Pertahankanlah istrimu itu," Nabi saw. kembali menasihati. Namun, ilmu Allah lebih dahulu menetapkan bahwa Zaid harus pisah dari Zainab. Dan setelah itu, Zainab dinikahi oleh Nabi saw.
Takdir pun tak bisa dimungkiri. Walau Nabi saw. sudah berdoa kepada Allah seraya mengharap rahmat-Nya; mudah-mudahan Dia berkenan menghapus apa yang pernah ditetapkan-Nya; sudi memperbaiki keadaan Zaid dan Zainab, bahkan walau berkali-kali beliau menyampaikan nasihat, bertawajuh kepada Allah, dengan harapan usahanya bisa berhasil, namun Allah justru memberikan jawaban wahyu kepada Nabi saw. bahwa tiada yang bisa menolak ketetapan dan perintah-Nya.
Urusan Zaid dan Zainab sudah digariskan dari langit. Sehingga tidak boleh mendengar apa yang dikatakan orang-orang.
Wahyu sebagaimana terlansir dalam surah al-Azbab, Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah," sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperlu annya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi (al-Ahzab [33]: 37).
Tibalah ketetapan Allah pada waktunya. Zaid dengan Zainab tak lagi bisa dipersatukan. Hikmah peristiwa nyaris terungkap.
Zaid menceraikan istrinya. Zainab pun menanti masa iddah habis. Sampai akhirnya, Nabi saw. kembali menikahinya. Rupanya, ada ketetapan yang ditunjukkan Allah di balik pernikahan Nabi saw. dan Zainab mantan istri budaknya.
Pertama, Nabi saw. masih satu kakek dengan Zainab. Kedua, Allah-lah yang menikahkan Zainab dengan Nabi saw. Ketiga, utusan di antara Allah dan Nabi saw. adalah Jibril.
Tak heran, Zainab pun bangga hati kepada para istri Nabi yang lain, "Kalian dinikahkan oleh keluargamu, sedangkan aku dinikahkan Allah langsung dari langit. Bersambung.
Baca juga:
Delegasi Paling Mulia: Zainab binti Jahsy (5)
Delegasi Paling Mulia: Zainab binti Jahsy (6-Habis)