REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Buku Sirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri mengisahkan memgenai kepribadian Rasulullah sebelum diangkat menjadi nabi. Nabi Muhammad memiliki kelebihan dibandingkan pemuda sebayanya.
Nabi Muhammad merupakan sosok yang unggul dalam pemikiran, pandangan yang lurus, mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, dan ketepatan dalam mengambil keputusan. Nabi lebih suka diam lama-lama untuk mengamati, memusatkan pikiran dan menggali kebenaran.
Dengan akalnya nabi mengamati keadaan negerinya. Dengan fitrahnya yang suci dia mengamati lembaran-lembaran kehidupan, keadaan manusia dan berbagai golongan.
Bahkan dia merasa risih terhadap khurafat dan menghindarinya. Ketika berhubungan dengan manusia nabi selalu mempertimbangkan keadaan dirinya dan keadaan mereka.
Selagi mendapatkan yang baik, maka dia mau bersekutu di dalamnya. Jika tidak, maka nabi lebih suka dengan kesendiriannya.
Beliau tidak mau meminum khamr, tidak mau makan daging hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala, tidak mau menghadiri upacara atau pertemuan untuk menyembah patung-patung. Bahkan semenjak kecil beliau senantiasa menghindari penyembahan yang batil ini, sehingga tidak ada sesuatu yang lebih beliau benci selain daripada penyembahan kepada patung-patung ini, dan hampir-hampir beliau tidak sanggup menahan kesabaran tatkala mendengar sumpah yang disampaikan kepada Latta dan Uzza.
Ibnul Atsir meriwayatkan, bahwa Rasulullah pemah bersabda, "Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan orang-orang.Jahiliah kecuali hanya dua kali. Namun kemudian Allah menjadi penghalang antara diriku dan keinginan itu. Setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikit pun hingga Allah memuliakan aku dengan risalah- Nya. Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang sedang menggembala kambing hersamaku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak mengobrol di sana seperti dilakukan para pemuda lain.
"Aku akan melaksanakannya," kata pemuda rekanku. Maka aku beranjak pergi. Di samping rumah pertama yang kulewati di Makkah, aku mendengar suara tabuhan rebana. "Ada apa ini?"Aku bertanya. Orang-orang menjawab. “Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah." Aku ikut duduk-duduk dan mendengarkan.
Namun Allah menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangun karena sengatan matahari esok harinya. Aku kembali menemui rekanku dan dia langsung menanyakan keadaanku.
Maka aku mengabarkan apa yang terjadi. Pada malam lainnya aku berkata seperti itu pula dan berbuat hal yang sama. Namun lagi-lagi aku mengalami kejadian yang sama seperti malam sebelumnya. Maka setelah itu aku tidak lagi ingin berbuat hal yang buruk.
Dikisahkan dalam hadits lain, Al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata "Tatkala Kakbah sedang direnovasi, Nabi ikut bergabung bersama mengambil batu. Abbas berkata kepada beliau, "Angkatlah jubahmu hingga di atas lutut, agar engkau tidak terluka olch batu."
Namun karena itu beliau justru jatuh terjerembab ke tanah. Maka beliau menghujamkan pandangan ke langit, kemudian bersabda. "Ini gara-gara jubahku, gara-gara jubahku." Lalu beliau mengikatkan jubahnya.
Dalam riwayat lain disebutkan, setelah itu tidak pernah terlihat beliau menampakkan auratnya." Nabi menonjol di tengah kaumnya karena perkataannya yang lemah lembut, akhlaknya yang utama, dan sifat-sifatnya yang mulia.
Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya di tengah kaumnya, paling bagus akhlaknya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amainya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya, hingga mereka menjulukinya Al-Amin, karena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai orang lain.
Keadaan beliau juga digambarkan Ummul Mukminin Khadijah , "Beliau membawa bebannya sendiri, memberi orang miskin, menjamu tamu dan menolong siapa pun yang hendak menegakkan kebenaran."