REPUBLIKA.CO.ID, —Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW masih menjadi pro konta hingga saat ini. Hal ini karena memang ada banyak ulama yang membolehkan dan beberapa pula yang menolak merayakannya.
Tak hanya Indonesia, perayaan maulid nabi juga banyak dirayakan di negara-negara Islam. Dalam buku Maulid Nabi SAW Antara Sunnah dan Bid’ah karangan Ustadz Muhammad Ajib disebutkan, lima ulama yang sepakat perayaan Maulid nabi diselenggarakan di antaranya:
Pertama, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani
أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن السلف الصالح من القرون الثلاثة، ولكنها مع ذلك اشتملت على محاسن وضدها، فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كانت بدعة حسنة
“Perayaan Maulid Nabi SAW termasuk perkara bidah yang tidak ada contoh dari kalangan salaf generasi sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Akan tetapi perayaan Maulid Nabi SAW mengandung unsur kebaikan tiga abad pertama. Siapa saja yang merayakannya dan bisa melakukan perbuatan baik dan menghindari yang buruk maka ini termasuk bidah hasanah.”
Kedua, Imam As Suyuthi
ﻋﻨﺪﻱ ﺃﻥ ﺃﺻﻞ ﻋﻤﻞ اﻟﻤﻮﻟﺪ اﻟﺬﻱ ﻫﻮ اﺟﺘﻤﺎﻉ اﻟﻨﺎﺱ ﻭﻗﺮاءﺓ ﻣﺎ ﺗﻴﺴﺮ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺭﻭاﻳﺔ اﻷﺧﺒﺎﺭ اﻟﻮاﺭﺩﺓ ﻓﻲ ﻣﺒﺪﺃ ﺃﻣﺮ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﺎ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﻣﻮﻟﺪﻩ ﻣﻦ اﻵﻳﺎﺕ، ثم ﻳﻤﺪ ﻟﻬﻢ ﺳﻤﺎﻁ ﻳﺄﻛﻠﻮﻧﻪ ﻭﻳﻨﺼﺮﻓﻮﻥ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ – ﻫﻮ ﻣﻦ اﻟﺒﺪﻉ اﻟﺤﺴﻨﺔ اﻟﺘﻲ ﻳﺜﺎﺏ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺗﻌﻈﻴﻢ ﻗﺪﺭ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺇﻇﻬﺎﺭ اﻟﻔﺮﺡ ﻭاﻻﺳﺘﺒﺸﺎﺭ ﺑﻤﻮﻟﺪﻩ اﻟﺸﺮﻳﻒ،
“Menurutku bahwa perayaan Maulid Nabi dengan cara berkumpulnya sekelompok manusia, membaca Alquran, membaca hadits Nabi kemudian dihidangkan makanan untuk para hadirin maka ini termasuk perbuatan bidah hasanah yang pelakunya mendapatkan pahala. Sebab dalam perayaan tersebut ada unsur mengagungkan Nabi SAW, menampakkan kebahagiaan dan senang dengan kelahiran Nabi SAW.
Baca juga : Menjejak Manfaat, Berbagi dan Memberdayakan Pesantren
Ketiga, Imam Ibn Al Jauzi Al Hanbali
قال ابن الجوزي رحمه الله تعالى : من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام
Imam Ibnul Jauzi mengomentari perayaan maulid Nabi SAW: salah satu keistimewaan Maulid Nabi SAW adalah adanya rasa aman di tahun tersebut dan kebahagiaan yang cepat untuk mendapatkan maksud tujuan.
Keempat, Imam As Sakhawi
لم يفعله أحد من السلف في القرون الثلاثة، وإنما حدث بعدُ، ثم لا زال أهل الإسلام من سائر الأقطار والمدن يعملون المولد ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويعتنون بقراءة مولده الكريم، ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم
Perayaan Maulid Nabi SAW termasuk perkara baru yang tidak dilakukan generasi terbaik salaf. Perayaan ini baru muncul setelah beberapa waktu di kemudian hari. Kaum muslimin terus menerus merayakannya diberbagai tempat dengan bersedekah, membaca Alquran dan amal saleh lainnya. Dan telah tampak bagi mereka anugerah yang banyak dari keberkahan Maulid Nabi SAW.
Kelima, Ibnu Al Haj Al Maliki
فكان يجب أن نزداد يوم الاثنين الثاني عشر في ربيع الأول من العبادات والخير شكرا للمولى على ما أولانا من هذه النعم العظيمة وأعظمها ميلاد المصطفى صلى الله عليه وآله وسلم. وقال أيضا: “ومن تعظيمه صلى الله عليه وآله وسلم الفرح بليلة ولادته وقراءة المولد
Ibnu Al Haj al Maliki berkata, "Wajib bagi kita untuk memperbanyak ibadah pada hari senin 12 Rabiul Awal. Dan salah satunya adalah dengan merayakan Maulid Nabi SAW. Beliau juga berkata termasuk memuliakan Nabi SAW adalah bergembira pada hari kelahiran Nabi SAW dan membaca sirah nabawi."
Sementara itu, perayaan Maulid Nabi juga ditentang sejumlah ulama. Mereka berpendapat perayaan ini tidak ada di zaman Nabi SAW, para sahabat dan juga ulama salaf melakukan walimah atau Maulid Nabi SAW. Baik semasa hidup mereka ataupun setelah wafatnya mereka. Maka perayaan Maulid Nabi SAW adalah termasuk bidah munkarah.