REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang yang berlebihan ketika mengambil nasi dan lauk untuk makan. Seringkali mereka tidak bisa menghabiskannya dan memilih membuang sisanya.
Menurut pendakwah yang juga Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL) Ustadz Rakhmad Zailani Kiki, berlebih-lebihan dalam makanan sehingga tidak mampu menghabiskannya dan membuangnya disebut dengan perilaku tabdzir. "Perilaku tabdzir atau pemborosan harta dalam makanan. Perbuatan tabdzir dilarang dalam Islam," kata Ustadz Kiki kepada Republika co.id, Jumat (10/9)
Ustadz Kiki menerangkan kata tabdzir bisa diartikan dengan pemborosan, keroyalan, dan penghamburan. Secara istilah, menurut Imam Syafi'i di dalam kitab Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an karya Imam Al-Qurthubi, tabdzir adalah memboroskan uang dengan cara yang tidak seharusnya.
Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi di dalam Tafsir al-Maraghi, pemborosan terhadap harta, berlebihan dalam hal-hal yang bersifat duniawi, dalam arti untuk kepentingan dunia adalah terlarang. Larangan tabdzir dalam Islam bersumber dari Alquran, seperti di dalam surah Al-Isra ayat 26-27:
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”