Selain itu terdapat syarat benda yang dapat dijadikan mahar menurut Imam malikimengatakan bahwa di antara syarat mahar yang berupa benda adalah benda tersebut merupakan benda yang memiliki nilai (mutamawwil), suci atau tidak najis (thohir), bermanfaat (muntafi’ bihi), bisa diserahkan (maqdur) dan diketahui kadarnya (ma’lum).
Tidak sah suatu mahar apabila
yang diserahkan itu bukan merupakan harta dengan syarat-syaratnya, seperti jika, benda tidak bernilai, seperti sampah, reruntuhan bangunan dan semisalnya.
Benda najis, seperti darah, bangkai, tinja, dan semua benda najis, termasuk anjing dan babi. Benda yang tidak ada manfaatnya, seperti barang bekas limbah yang tidak lagi berguna.
Benda yang tidak bisa diserahkan, seperti ikan yang berenang di laut lepas. Benda yang tidak diketahui keberadaannya, seperti mobil yang dicuri dan tidak jelas apakah bisa kembali atau tidak.
Ketiga, mahar berupa jasa. Hal ini pernah dilakukan oleh Nabi Musa untuk menikahi istri-istrinya. Dalam surah Al Qasas ayat 27,
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Dia (Syeikh Madyan) berkata, "Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.
Namun para ulama berbeda pendapat terkait mahar dalam bentuk jasa yang diisyaratkan dalam hadits-hadits pernikahan shahabat. Di mana hadits-hadits tersebut seakan mengisyaratkan bahwa mahar berupa jasa tersebut tidak memiliki nilai harta. Padahal syarat sahnya mahar adalah jika memiliki nilai harta (mutaqowwam).