“Syahid akhirat dianugerahkan kepada orang yang wafat karena wabah penyakit, seperti Covid-19, tenggelam, melahirkan, dan lainnya, dalam keadaan beriman dan beramal sholeh,” ujarnya.
Anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ini menekankan, terdapat kemungkinan bagi seseorang yang meninggal karena wabah penyakit, namun tidak mendapatkan gelar syuhada.
“Ada. Itu hak prerogratif Allah SWT. Kalau orang yang tidak mau menerima, tidak percaya atau tidak ridha terhadap takdir Allah SWT, yang telah mewafatkan diri melalui Covid-19 misalnya, menurut saya mereka tidak layak disebut syahid,” ujarnya.
Sebelumnya, anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia KH Mukti Ali Qusyairi mengatakan, seorang korban Covid-19 bisa dikatakan meninggal dalam keadaan syahid tergantung pada perilakunya dalam menghadapi wabah itu. Seorang korban yang meninggal disebut syahid jika ia taat protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan hingga menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.
"Dia ikhtiar menaati protokol kesehatan, memakai masker, mencuci tangan, tidak berkerumun. Dia telah ikhtiar agar tidak terpapar corona," katanya dikutip di laman MUI, Ahad (4/7).
Berdasarkan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 195 tertulis, “Janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri.” Firman ini didukung dengan hadits riwayat Ibn Majah yang berbunyi, “Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.” (HR. Ibn Majah).
“Namun, gelar syahid itu hanya berlaku untuk korban Covid-19 yang sebelumnya telah berhati-hati dan tidak menjerumuskan dirinya sendiri dengan cara tidak mematuhi protokol kesehatan,” kata Kiai Mukti.