REPUBLIKA.CO.ID, — Berangkat dari sunnah Rasulullah SAW, peradaban Islam pun turut mengembangkan parfum. Kaum Muslimin acap kali mencampurkan ekstrak parfum dengan bahan bangunan untuk membangun masjid.
Dengan begitu, tempat ibadah yang nantinya berdiri tidak hanya kokoh, tetapi juga wangi. Kebiasaan itu lantas diikuti para sultan Muslim. Para sarjana kemudian melakukan berbagai eksperimen ilmiah untuk menemukan cara yang lebih murah dan massal dalam memproduksi kemenyan pewangi.
Kimiawan Muslim dari abad ke-12, Al Isybili, mengungkapkan, pada masa kejayaan Islam terdapat tak kurang dari sembilan buku teknis dan pedoman bagi pengelola industri parfum.
Salah satu tokoh Muslim yang turut berkontribusi dalam industri parfum ialah Jabir bin Hayyan (wafat 806 M). Dia mengembangkan berbagai teknik untuk mendapatkan saripati wewangian dari berbagai bahan, termasuk proses destilasi, evaporasi, dan filtrasi.
Berdasarkan hasil kerjanya, aroma wangi dari tumbuh-tumbuhan bisa dibentuk menjadi uap air. Parfum kala itu dapat disimpan dalam botol yang berisi air atau minyak ekstrak wewangian.
Keberhasilan Jabir dikembangkan lagi Al Kindi (801-873 M). Bahkan, namanya dikenang sebagai bapak parfum. Karena berkat penelitian dan eksperimennya, dia berhasil mengombinasikan aroma wangi dari berbagai macam bahan untuk mendapatkan beragam sensasi aromatik.
Sosok yang berjulukan filsuf Islam pertama itu menulis dua kitab yang khusus mengkaji perihal wewangian, yakni kitab al-Taraffuq fii al- 'Ithr dan kitab Kimiya al-'Ithr wa al-Tasidat.
Tidak hanya tentang proses pembuatan parfum, semisal dari hasil penyulingan minyak bunga mawar, buku-buku itu juga membahas lebih dari 100 jenis wewangian, air aromatik, dan obat-obatan herbal.
Berikutnya, ada Abu Al Qasim Khalaf bin Al Abbas Al Zahrawi. Ilmuwan yang oleh Barat disebut Abulcasis ini sesungguhnya merupakan seorang dokter terkemuka.
Pada masanya, dia bahkan digelari sebagai ahli bedah terulung dari Abad Pertengahan. Pada faktanya, Al Zahrawi tidak hanya menekuni dunia medis, tetapi juga kimia dan botani.
Karya monumentalnya ialah Kitab al-Tasrif, yakni ensiklopedia yang terdiri atas 30 jilid. Salah satu jilidnya membahas tentang wewangian, yang digolongkannya sebagai sebuah kosmetik.
Lebih lanjut, dirinya meyakini bahwa kosmetik adalah salah satu cabang dari ilmu medis. Dia menyebutnya sebagai ilmu medis untuk kecantikan. Kitab karyanya itu menjadi bacaan utama di kampus-kampus Eropa, khususnya antara abad ke-12 dan 17.
Tidak hanya parfum, Al Zahrawi pun menemukan krim penghilang bau badan yang dioleskan di ketiak. Karena itu, dia dapat dikatakan seba gai penemu deodoran.