Selasa 04 May 2021 04:41 WIB

Jejak Islam di Portugal yang Disamarkan

Pada abad ke-10, setengah populasi semenanjung Iberia adalah Muslim.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Warga membagikan makanan buka puasa di hari pertama Ramadhan di Mouraria, Lisbon. Muslim di Portugal sangat minoritas, hanya 50 ribu orang, kebanyakan imigran dari Afrika
Foto:

Secara luas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar Portugal, Camoes diperingati pada 10 Juni dalam hari libur nasional yang disebut Hari Portugal 

Hari raya itu dulu dikenal sebagai "Hari Ras Portugis", dan dipromosikan oleh nasionalis konservatif Antonio de Oliveira Salazar, diktator antara tahun 1933 dan 1968, sebagai perayaan nasionalis. Ini berlanjut sampai akhir rezim otoriter yang dia dirikan, “Estado Novo” pada tahun 1974.

Dengan Katolikisme sebagai inti narasi nasionalis, kediktatoran ultrakonservatif menggambarkan Muslim sebagai penjajah dan musuh bangsa Kristen.

Dia masih salah satu penyair Portugis terhebat. Namun, sejarawan menambahkan, Lusiads adalah produk dari konstruksi ideologis periode identitas Eropa yang bertentangan dengan Muslim, dan mentalitas Perang Salib yang menggambarkan hubungan Kristen-Muslim dalam istilah yang bertentangan.

Menurut Barros, saat puisi itu ditulis, Kesultanan Utsmaniyah menjadi ancaman bagi hegemoni penguasa Kristen Eropa.

Sepanjang abad ke-15 dan ke-16, raja-raja Portugis terus berekspansi ke Afrika Utara, di mana mereka mendirikan pangkalan militer dan terlibat dalam peperangan. Ini berlanjut hingga kekalahan telak pada tahun 1578 di kota Ksar el-Kebir di Maroko (dikenal dalam bahasa Portugis sebagai Alcacer Quibir) yang mengakhiri ambisi ekspansionis Portugal di Afrika Utara.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement