REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Umat Islam harus berpegangan kepada Alquran dan hadits sebagai rujukan dalam mengambil keputusan-keputusan. Tapi yang perlu diingat, umat Islam juga membutuhkan ulama, terutama ketika sedang merasa ragu dan janggal dengan syariat yang dilakukan.
Syekh Aidh Al-Qarni dalam buku Sentuhan Spiritual menjelaskan, sudah seyogyanya bagi umat Islam untuk kembali kepada ulama apabila terdapat perkara-perkara yang berhubungan dengan syariat yang tidak ia yakini. Umat Islam berhak pula menanyakan ulama tentang berbagai hal sesuai dengan spesifikasi ulama tersebut.
Tujuan bertanya kepada ulama, kata Syekh Aidh Al-Qarni, agar seorang Muslim dapat terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Sebab Allah telah melarang umat Muslim untuk melakukan propaganda dengan sebuah isu, ataupun terpengaruh olehnya.
Allah berfirman dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 83: “Wa idz jaa-ahum amrun minal-amni awil-khaufi adzaa-uu bihi. Walaw radduhu ilarrasuli wa ila ulil-amri minhum la’alimahu alladzina yastanbithunahu minhum. Wa law laa fadhlullahi alaikum wa rahmatuhu lattaba’tuu as-syaithaana illa qalila,”.
Yang artinya: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu),”.
Untuk itu, Syekh Aidh Al-Qarni menekankan, wajib hukumnya bagi seorang Muslim untuk kembali kepada ulama apabila ditemui setiap hal yang janggal dalam dirinya. Ia bisa menanyakan ulama secara langsung tentang peristiwa atau suatu isu tertentu sebagai jalan pencerahan baginya.