Selasa 06 Apr 2021 07:34 WIB

Salah Redaksi Saat Membaca Doa, Bagaimana Sikap Kita?

Salah membaca redaksi doa tak perlu buru-buru dianggap keliru

Salah membaca redaksi doa tak perlu buru-buru dianggap keliru. Ilustrasi doa
Foto:

Tapi apakah memang itu yang dia maksudkan? Tentu tidak. Ungkapan itu muncul karena dia berada dalam kondisi yang sangat bahagia sehingga kalimat yang keluar dari mulutnya tidak terkontrol lagi. Berarti bukan sebuah kesengajaan. 

Terkadang kita perlu mengingat kembali pelajaran-pelajaran dasar yang mungkin telah kita lupakan. Bukankah diantara hadits pokok yang hampir setiap muslim mengetahuinya adalah إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ “Sesungguhnya setiap amal tergantung kepada niatnya.”

Maka, saya sangat respek membaca respon banyak orang terhadap video ceramah sang ustadz, “Yang penting kan niatnya, Ustadz…”.  

Ya, adakalanya seorang ustadz yang kajiannya sudah kesana-kemari perlu diingatkan oleh jamaahnya yang ilmunya mungkin sangat terbatas tapi memiliki fitrah yang bersih dan rasa kemanusiaan yang tinggi. 

Kita tidak boleh meremehkan kesalahan redaksi dalam bacaan doa. Tapi kita juga tidak boleh menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat fatal, apalagi kalau berangkat dari ketidaktahuan, bukan kesengajaan. 

Hal lain yang perlu diingatkan kepada masyarakat tentang doa adalah konteks sebuah doa. Syekh Mustafa al-Buhyawi menceritakan, suatu ketika beliau sedang thawaf. Tiba-tiba ada serombongan jamaah haji yang dari pakaiannya terlihat berasal dari Asia. Mereka berdoa bersama secara serentak dengan suara yang keras dan dipimpin oleh seseorang yang sepertinya menjadi ketua rombongan. Di antara doa yang mereka ucapkan adalah: 

اللهم كَمَا اسْتَجَبْتَ لِإِبْلِيْسَ فَاسْتَجِبْ لَنَا “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah mengabulkan doa Iblis maka kabulkanlah doa kami.” 

Yang mereka maksudkan adalah Allah mengabulkan doa Iblis yang minta diberikan tenggat waktu sampai hari kiamat untuk bisa menyesatkan anak cucu Adam, dan Allah mengabulkan permintaan itu. Tapi pengabulan doa disini adalah dalam konteks kemurkaan bukan keridhaan. Sementara yang kita mohon kepada Allah adalah pengabulan doa dalam keridhaan. Ini jelas dua hal yang sangat berbeda. 

 

اللهم فقهنا فى الدين واجعلنا دعاة لا قضاة   

 

*Alumni Al Azhar Mesir, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement